BREAKING NEWS
loading...
loading...
Showing posts with label Cerita. Show all posts
Showing posts with label Cerita. Show all posts

Friday, 6 May 2016

Kisah Peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW

Isra adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Makkah Al Mukarramah ke Bait Al Maqdis pada malam hari. Sementara Miraj adalah naiknya beliau ke atas langit. Hal itu terjadi dengan jasad beliau yang mulia dan ruhnya yang suci.


Peristiwa Isra disebutkan dalam Al Quran

Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS Al-Isra 17:1)


Adapun peristiwa Miraj disebutkan dalam Al Quran surat Al Najm dari ayat 7-18, Allah berfirman

Sedang dia berada di ufuk yang tinggi, kemudian dia mendekat (pada Muhammad) lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah dia dekat (kepada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu disampaikannya wahyu kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kaum musyrik Makkah hendak membantahnya tentang apa yang dilihatnya itu? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (Yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari apa yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar (QS Al Najm 53:7-18)


Tapi ada juga yang berpendapat bahwa yang disebutkan pada ayat-ayat tadi bukanlah tentang peristiwa Isra Miraj.


Ada perbedaan pendapat mengenai waktu terjadinya Isra Miraj. Ada yang menyebutkan Isra Miraj terjadi pada tahun ketika Nabi Muhammad SAW diutus menjadi rasul. Ada yang mengatakan tahun ke 5 kenabian. Ada juga yang berpendapat pada 27 Rajab tahun 10 kenabian. Ada yang mengatakan terjadinya pada 17 Ramadhan tahun ke 12 kenabian. Adapula yang berpendapat terjadi pada bulan Muharram atau pada 17 Rabiul Awal tahun ke 13 kenabian.


Sementara mengenai detail kisah Isra Miraj dari riwayat-riwayat yang sahih dapat diringkas sebagai berikut


Sesungguhnya Malaikat Jibril datang mengendarai Buraq, sejenis hewan yang lebih tinggi daripada keledai dan lebih pendek daripada kuda, yang dapat menjejakkan kukunya (melangkah) sejauh pandangannya. Nabi Muhammad SAW saat itu sedang berada di Masjid Al Haram. Beliau menaiki Buraq hingga sampai ke Bait Al Maqdis bersama malaikat Jibril. Kemudian beliau mengikat Buraq dengan tali yang biasa dipakai para nabi


Rasulullah lalu masuk ke Masjid Al-Aqsha melaksanakan shalat dua rakaat. Di kedua tempat itu beliau mengimami para nabi. Kemudian Jibril membawakan beliau satu bejana berisi khamr dan satu berisi susu. Beliau lalu memilih susu. Jibril pun berkata "Engkau telah memilih fitrah (kesucian). Engkau telah menunjukkan kebenaran kepada umatmu. Karena jika engkau memilih khamr, berarti engkau telah menyesatkan umatmu"


Rasulullah selanjutnya melaksanakan perjalanan Miraj naik dari Bait Al Maqdis ke langit dunia. Jibril meminta agar dibukakan pintu langit pertama untuk beliau, maka pintu itu pun dibuka. Rasulullah SAW bertemu Nabi Adam a.s dan memberi salam kepadanya. Nabi Adam membalas salam beliau. Nabi Adam menyambut Rasulullah SAW dan mendoakan kebaikan untuk beliau. Di sebelah kanan Nabi Adam adalah para penghuni surga. Jika melihat ke sebelah kanannya, dia tersenyum. Mereka adalah ruh orang-orang yang berbahagia. Dan di sebelah kiri Nabi Adam adalah para penghuni neraka. Jika melihat ke sebelah kirinya, Nabi Adam pun menangis. Mereka adalah orang-orang yang menderita.


Rasulullah selanjutnya naik ke langit kedua. Malaikat Jibril meminta agar dibukakan pintu untuk beliau. Setelah pintu dibuka, Rasullullah SAW bertemu dengan sepupunya yaitu Nabi Yahya bin Zakariya a.s dan Nabi Isa bin Maryam a.s. Rasulullah lalu memberi salam kepada keduanya dan keduanya pun menjawab salam, menyambut dan mendoakan kebaikan kepada beliau


Nabi Muhammad kemudian naik lagi ke langit ke tiga dan bertemu dengan Nabi Yusuf a.s yang telah diberi bagian kebaikan. Beliau memberi salam kepadanya dan dia pun membalas salam, menyambut dan mendoakan kebaikan untuk beliau.


Nabi Muhammad kemudian naik lagi ke langit ke empat dan bertemu dengan Nabi Idris a.s yang telah diberi bagian kebaikan. Beliau memberi salam kepadanya dan dia pun membalas salam, menyambut dan mendoakan kebaikan untuk beliau.


Nabi Muhammad kemudian naik lagi ke langit ke lima dan bertemu dengan Nabi Harun a.s yang telah diberi bagian kebaikan. Beliau memberi salam kepadanya dan dia pun membalas salam, menyambut dan mendoakan kebaikan untuk beliau.


Nabi Muhammad kemudian naik lagi ke langit ke enam dan bertemu dengan Nabi Musa bin Harun yang telah diberi bagian kebaikan. Beliau memberi salam kepadanya dan dia pun membalas salam, menyambut dan mendoakan kebaikan untuk beliau. Ketika Nabi Muhammad SAW melewatinya, Nabi Musa pun menangis. Maka Rasulullah SAW bertanya "Apa yang membuatmu menangis?"


Bersambung








Saturday, 26 September 2015

Kisah Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW dilahirkan di Syuaib Bani Hasyim, Makkah dipagi hari, Senin tanggal 9 Rabiul Awal dipermulaan tahun Gajah. Ini bertepatan dengan tahun keempat puluh dalam pemerintahan Raja Kisra Anu Syirwan. Menurut perkiraan Ulama Agung Muhammad Sulaiman al-Mansurpuri dan ahli ilmu Falak Mahmud Basya Nabi Muhammad lahir bertepatan sekitar tanggal 20 atau 22 April tahun 571 Masehi



Ibn Sa'ad meriwayatkan bahwa ibu Rasulullah SAW, Siti Aminah menceritakan, "Ketika ku melahirkannya, satu cahaya telah keluar dari arah rahimku, menerangi tempat kami di negeri Syam", periwayatannya hampir sama dengan apa yang diriwayatkan oleh al-Irbadh bin Sariah. 

Beberapa tanda-tanda kebangkitan seorang Rasul telah terjadi beberapa saat, sebelum kelahiran Rasulullah, di antaranya runtuhnya empat belas teras dewan Kisra Persia, terpadamnya api yang disembah penganut agama majusi, robohnya gereja-gereja di sekitar Danau Sawah yang sebelumnya penuh sesak dengan para pengunjung. Hal ini diriwayatkan oleh AlBaihaqi, tetapi tidak disetujui oleh Muhammad al-Ghazali.

Setelah Beliau dilahirkan, ibunya Siti Aminah segera memberi tahu kepada kakek Baginda Abdul Mutalib mengenai kabar yang baik itu. Saat itu Abdul Mutalib langsung mengambil dan membawa Baginda kedalam Ka'bah, untuk berdoa dan bersyukur kepada Allah. Beliau telah memilih nama "Muhammad" sebagai nama kepada cucunya, nama itu tidak pernah diberikan kepada siapa pun oleh bangsa Arab sebelum ini. Nabi Muhammad SAW juga dalam keadaan telah disunat ketika dilahirkan.

Orang pertama yang menyusui Nabi setelah ibunya, adalah dari Thuwaibah hamba Abu Lahab bersama anaknya bemama Masruh dengan itu ia menjadi saudara sepenyusuan dengan Baginda, sebelum ini Thuwaibah juga telah menyusui Hamzah bin Abdul Muthalib setelah beliau Abu Salamah bin Abdul al-Asad al-Makhzumi.

Tuesday, 15 September 2015

Hikmah Islam Diturunkan di Negeri Arab

Sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, dunia di kala itu bisa dikatakan dikuasai dan dikepalai oleh dua negara besar yaitu Persia dan Romawi dan diikuti oleh Yunani dan India. Persia di kala itu merupakan arena pertarungan agama dan filsafat yang beraneka ragam. Pembesar dan pemerintah secara keseluruhan menganut agama Majusi (Zuradisy) yang di dalam ajarannya memperbolehkan pria menikah dengan ibu nya, anak perempuannya atau adik dan saudara perempuannya. Kekaisaran Yazdajrid kedua yang memerintah di pertengahan abad kelima Masehi telah menikah dengan putrinya. Tidak hanya itu saja, malah norma kesusilaan dan sopan-santun sudah melenceng dari garis-garis yang bersifat kemanusiaan.

Berdasarkan apa yang ditegaskan oleh Al Imam Al Shahras-tani dalam kitabnya yang berjudul Al-Milal Wa Al-Nihal, terdapat sebuah ajaran agama Mazdak yang menyebut bahwa kebebasan kaum wanita tiada batasnya. Begitu juga dengan kebebasan menggunakan harta benda dan seterusnya membuat wanita dan harta benda ini menjadi hak milik bersama, tidak ubah seperti air, api dan rumput dimana semua manusia bisa berbagi tanpa pembatasan. 

Ajaran ini mendapat sambutan yang begitu hangat dari kalangan mereka yang memang berkeyakinan demikian. Kerajaan Romawi (Roma) pula begitu meluap-luap dengan jiwa dan semangat penjajahan dan bergelut dalam persengketaan agama dengan pihak Kristen negeri Syam (Suriah) dan Mesir. la bergantung penuh kepada kekuatan angkatan tentaranya dan cita-cita penjajahannya yang berkobar-kobar dalam rangka percobaan memodernisasikan agama Kristen untuk disesuaikan dengan tujuan mencapai cita-cita dan kemauannya

Negara ini juga berada dalam kekacauan dari negara Persia, yang hidup dengan segala kemewahan yaitu kemewahan dalam kemerosotan ekonomi dan pemerasan terhadap rakyat jelata. Kenaikan pajak yang begitu melambung tinggi merupakan suatu gejala yang biasa dan telah menjadi satu lumrah. Yunani tua pun tenggelam ke dasar lautan khurafat dan dongeng yang tidak memberikan manfaat dan natijah yang berguna sama sekali. Negara India pun di kala itu menurut Professor Abul Hassan Al Nadwi telah menegaskan bahwa sejarawan dan penulis bulat mengatakan yang India di awal abad keenam Masehi telah terlantar ke lembah kemeroosotan agama, akhlak dan kemasyarakatan. India bersama tetangga dan saudaranya turut serta berpartisipasi dalam memerosotkan akhlak dan kemasyarakatan.

Perlu kita ketahui bahwa faktor-faktor yang menyeret bangsa ini ke lembah kerusakan dan perpecahan adalah kemajuan dan peradaban yang berbasis pada materialisme semata. Peradaban ini tidak mengambil contoh-contoh ma'nawi dan akhlak yang sempuma sebagai landasan dan dasar kemajuan. Peradaban dan kemajuan materi dengan aneka sebab-akibat yang timbul darinya hanyalah tidak lebih dari kesia-siaan lantaran kemiskinan hati dan kemajuan yang dicapai itu telah membawa kehidupan manusia mengalir ke danau kecelakaan dan kekacauan. Sebaliknya jika ahli pikirnya memiliki akal pikiran yang baik dan pertimbangan yang seksama maka peradaban dan kemajuan tadi merupakan jalan jalan yang indah serta mudah pula menuju ke arah kesenangan dalam semua pola dan aspek hidup. Biasanya hal ini tidak akan lahir kecuali melalui agama dan wahyu Ilahi saja.



Semenanjung Arab di masa itu merupakan suatu daerah yang tenang, jauh dan terpencil dari gejala kekacauan tadi. Bangsanya tidak pemah merasakan kemewahan dan kemajuan seperti Persia yang bisa membawa mereka ke arah kerusakan dan keruntuhan akhlak dan tidak pula mengagungkan kekuatan militer yang memungkinkan mereka menjajah negara-negara di sekitamya. Mereka juga tidak menganut filsafat dan ideologi yang jenisnya seperti Yunani Tua yang menyebabkan mereka menjadi korban dongeng dan khurafat.




Tabi'at alami mereka ini tidak ubah seperti suatu "bahan mentah" yang belum pernah tersentuh corak kebudayaan manapun yang bisa dibayangkan pemikirannya masih alami dan mudah untuk dibimbing ke arah pembentukan manusia yang terpuji yang rnempunyai sifat amanah, pemurah, suka menolong dan membenci kezaliman. Apa yang mereka perlu hanyalah pengetahuan yang dapat menyinari jalan-jalan ke arah tersebut karena mereka ini hidup dalam kebodohan. Kebanyakan mereka telah sesat untuk sampai ke arah kemanusiaan yang sebenamya. Mereka membunuh anak perempuan karena ingin menjaga martabat, menghabiskan uang yang banyak dengan harapan menginginkan kemuliaan dan berperang dengan sesama manusia dengan tujuan mempertahankan kehormatan.

Semuanya ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu Wata'ala di dalam Al-Qur'an:



"Dan sesungguhnya kamu sebelum hari ini adalah dan golongan orang-orang yang telah sesat". (QS Al-Baqarah Ayat 198)

Penegasan ini lebih merupakan udzur dan kemaafan bagi mereka dari penghinaan ke atas mereka. Ini adalah mengingat bangsa-bangsa lain telah menggunakan peradaban dan kemajuan mereka sebagai alat menuju kerusakan sedangkan mereka ini sadar malah berencana sedemikian. Selain semuanya ini, Semenanjung Arab di segi posisi muka buminya pula terletak di pertengahan bangsa-bangsa tersebut (yaitu Persia dan Roma) yang bergolak di sekelilingnya. Muhammad Al Mubarak seorang professor Mesir telah mengutarakan pendapat dengan katanya:

'"Orang yang mengamati dan memandang kepada bangsa' Arab akan dapat melihat bagaimanakah bangsa Arab bisa berdiri di masa silam di tengah-tengah dua peradaban yang melebar di kiri kanan. Di sebelah kirinya peradaban barat yang berlebihan telah mencoba mendapatkan gambaran dan gambar manusia dengan alirannya yang kering pucat tak berhias dan tidak berjejas dengan fakta keinsanannya. Di sebelah kanannya pula peradaban spiritual dan kejiwaan yang melambung ke alam khayalan seperti yang ada di India, Cina dan sebagainya. "

Setelah kita dapat menggambarkan keadaan bangsa'Arab dan semenanjungnya sebelum Islam juga hal kondisi bangsa-bangsa lain yang mengelilinginya maka mudahlah bagi kita menyingkap di sebaliknya apakah hikmah Allah mengutus Rasul utusan di Semenanjung Arab itu dan bangsa 'Arab pula merupakan golongan pertama buat merintis jalan-jalan ke arah penyebaran obor seruan da'wah 

Islamiyah yang kini telah dianut oleh umat manusia di seluruh alam. Bukanlah sebagaimana yang disangka oleh setengah-se-tengah orang yang mengatakan bahwa pengikut-pengikut agama yang sesat adalah sulit untuk mengobati jiwa mereka dan sulit memberi tunjuk ajar karena mereka ini ta'sub (fanatik) dan membanggakan keburukan, kehancuran dan kehancuran yang pada sangkaan mereka semuanya baik. Sedangkan mengubah dan memberi bimbingan kepada mereka yang sedang mencari-cari kebenaran lebih mudah karena mereka ini sama sekali tidak menafikan kejahilan mereka sendiri dan tidak pula membanggakan atau bermegah-megah dengan hasil peradaban karena mereka langsung tidak memiliki peradaban. Golongan ini paling mudah sekali untuk diperbaiki dan diberi dorongan kepada mereka. Bagi kita bukanlah ini yang dikatakan hikmat Ilahi, karena penganalisaan yang seumpama ini hanya tepat bagi mereka yang memiliki daya dan energi yang terbatas saja, memilih yang senang dan meninggalkan yang susah karena tidak menginginkan lelah. Andaikata Allah ingin menjadikan pancaran da'wah Islamiyyah di setiap bagian di Persia atau di Roma atau di India bersinar cemerlang maka sudah pasti pula Allah akan menyediakan fasilitas dan cara-cara sehingga berhasil da'wahnya seperti mana yang terjadi di Semenanjung Arab. Soal ini tidak pula menjadi beban, karena Allah Subhanahu Wata'alah Pencipta 'alam semesta. Namun hikmah Allah memilih Semenanjung Arab dan Rasul utusan itu tadi (seorang yang buta huruf - tidak bisa membaca dan menulis seperti mana yang dijelaskan oleh Allah dalam Kitab SudNya) agar manusia seluruhnya tidak merasa kecurigaan terhadap kenabian dan kerasulannya.

Sebagai penutup dan epilog ke hikmah Allah adalah suasana lingkungan tempat Rasulullah diutus di mana di dalamnya ada suatu biah (suasana) buta huruf juga dan jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain yang hidup di sekelilingnya mereka juga belum pernah dimasuki dan diracuni oleh setiap peradaban, pemikiran dan kerumitan filsafat yang berserabut.

Di antara hikmat Ilahi juga ialah menghindarkan perasaan kecurigaan manusia apakah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam ini bisa membaca dan mempelajari kitab-kitab lama yang berisi sejarah manusia purba dan tamaddunnegara tetangga dan menghindarkan juga sangkaan buruk terhadap Muhammad jika dakwah Islamiyyah ini timbul di kalangan umat manusia yang bertamaddun dan memiliki filosofi seperti Persia, Yunani Tua atau Romawi. Alasannya sangkaan buruk ini akan memberikan suatu gambaran yang buruk yaitu dari seri peradaban dan filsafat yang terakhir dalambentuk tamaddun yang murni serta kemas
dengan hukum yang lengkap. Hikmah-hikmah Ilahi ini telah dijelaskan dengan
tegas dan jelasnya dalam Al-Qur'an:

"Dialah (Allah) yang telah mengutus di kelompok buta huruf seorang utusan dari kalangan mereka (untuk) menyampaikan kepada mereka ayat-ayatNya dan menjauhkan mereka dari syirik dan mengajarkan mereka kitab-kitab dan hikmat, dan sesungguhnya mereka itu sebelumnya dalam kesesatan yang amat sangat. " (Al-Jumu'ah 62: 2)

Sudah kehendak Allah mengutus utusanNya yang buta huruf, begitu juga bangsa yang akan timbul Rasul di kalangannya juga satu bangsa yang kebanyakan buta huruf, agar mukjizat kenabian dan syari'at Islam itu terjulang nampak dan jelas di antara dogma-dogma dan seruan manusia lain yang beranika pola.

Di sana ada hikmat Ilahi yang lain, dan dapat diringkas sebagai berikut:

  1. Seperti yang diketahui di mana Allah Subhanahu Wata'ala telah membuat Baitui Haram itu fokus dan kesejahteraan untuk seluruh umat dan merupakan rumah yang pertama untuk manusia beribadat serta mempraktekkan rukun-rukun agama. Sesungguhnya lembah Makkah ini telah menjalankan dan melaksanakan seruan tua para Anbiya 'yaitu Sayyidina Ibrahim 'Alaihi sallam. Tepat dan salah tempat di mana daerah yang mulia ini menjadi muara seruan agama Islam yang pertama yaitu | agama Nabi Ibrahim dan juga tempat pengutusan Nabi yang terakhir.
  2. Di segi posisi ilmu alam maka semenanjung 'Arab ini telah dipilih untuk beban tanggung jawab da'wah Islamiyyah, karena situasi dan posisinya di tengah-tengah berbagai bangsa. Ini menyebabkan penyebaran da'wah Islamiyah di kalangan bangsa-bangsa dan negara yang di sekelilingnya menyebar dengan mudah. Ini temyati sekali bila kita mengkaji kembali perjalanan da'wah Islamiyyah di zaman awal dan di zaman khulafa alRashidin. Memang tepat seperti yang ditegaskan tadi.
  3. Dan sebagai hikmat Ilahi juga yang menjadikan bahasa Arab itu sebagai media da'wah Islamiyyah dan bahasa yang pertama buat menerang dan menafsirkan percakap-an atau kalam Allah 'Azza wa jalla untuk disampaikan kepadakita.
Kalau kita perhatikan dengan teliti tentang keistimewaan bahasa diikuti dengan satu perbandingan dengan bahasa 'Arab maka dengan jelas kita temukan yang bahasa' Arab memiliki banyak keistimewaan yang sulit ditemukan dalam bahasa-bahasa lain. Maka sudah layak baginya untuk menjadi bahasa yang pertama dan utama untuk umat Islam di mana mereka berada.

Thursday, 10 September 2015

Australia Pernah Takut Oleh Pesawat Pembom Indonesia TU-16

Bila predikat Angkatan Udara terkuat di Asia Tenggara kini di pegang oleh Singapura, maka di era tahun 60an kekuatan angkatan udara negeri kita boleh dibilang menjadi “Singa”, tak cuma di Asia Tenggara, bahkan di kawasan Asia, TNI-AU kala itu sangat diperhitungkan. Bahkan Cina maupun Australia belum punya armada pembom strategis bermesin jet. Sampai awal tahun 60an hanya Amerika yang memiliki pembom semacam (B-58 Hustler), Inggris (V bomber-nya, Vulcan, Victor, serta Valiant) dan Rusia.

Gelar “Singa” tentu bukan tanpa alasan, di awal tahun 60an TNI-AU sudah memiliki arsenal pembom tempur mutakhir dimasanya yakni TU-16, yang punya daya jelajah cukup jauh dan mampu membawa muatan bom dalam jumlah besar. Pembelian TU-16 AURI didasari terbatasnya kemampuan B-25, embargo suku cadang dari Amerika dan untuk memuaskan ambisi politik.

“TU-16 masih dalam pengembangan dan belum siap untuk dijual,” ucap Dubes Rusia untuk Indonesia Zhukov kepada Bung Karno (BK) suatu siang di penghujung tahun 50an. Ini menandakan, pihak Rusia masih bimbang untuk meluluskan permintaan Indonesia membeli TU-16. Tapi apa daya Rusia, AURI ngotot. Bung Karno terus menguber Zhukov tiap kali bersua. “Gimana nih, TU-16-nya,” kira-kira begitu percakapan dua tokoh ini. Akhirnya, mungkin bosan dikuntit terus, Zhukov melaporkan juga keinginan Bung Karno kepada Menlu Rusia Mikoyan. Usut punya usut, kenapa Bung Karno begitu semangat? Ternyata, Letkol Salatun-lah pangkal masalahnya. “Saya ditugasi Pak Surya (KSAU Suryadarma) menagih janji Bung Karno setiap ada kesempatan,” aku Marsda (Pur) RJ Salatun tertawa.



Ketika ide pembelian TU-16 dikemukakan Salatun saat itu sekretaris Dewan Penerbangan/Sekretaris Gabungan Kepala-kepala Staf kepada Suryadarma tahun 1957, tidak seorangpun tahu. Maklum, TNI tengah sibuk menghadapi PRRI/Permesta. Namun dari pemberontakan itu pula, semua tersentak. AURI tidak punya pembom strategis B-25 yang dikerahkan menghadapi AUREV (AU Permesta), malah merepotkan. Karena daya jelajahnya terbatas, pangkalannya harus digeser, peralatan pendukungnya harus diboyong. Waktu dan tenaga tersita. Sungguh tidak efektif. Celaka lagi, Amerika meng-embargo suku cadangnya. Alhasil, gagasan memiliki TU-16 semakin terbuka.

Salatun yang menemukan proyek TU-16 dari majalah penerbangan asing tahun 1957, menyampaikannya kepada Suryadarma. “Dengan TU-16, awak kita bisa terbang setelah sarapan pagi menuju sasaran terjauh sekalipun dan kembali sebelum makan siang,” jelasnya kepada KSAU. “Bagaimana pangkalannya,” tanya Pak Surya. “Kita akan pakai Kemayoran yang mampu menampung pesawat jet,” jawab Salatun. Seiring disetujuinya rencana pembelian TU-16 ini, landas pacu Lanud Iswahyudi, Madiun, kemudian turut diperpanjang.

Proses pembeliannya memang tidak mulus. Sejak dikemukakan, baru terealisasi 1 Juli 1961, ketika TU-16 pertama mendarat di Kemayoran. Ketika lobi pembeliannya tersekat dalam ketidakpastian, Cina pernah dilirik agar membantu menjinakkan “beruang merah”. Caranya, Cina diminta menalangi dulu pembeliannya. Namun usaha ini sia-sia, karena neraca perdagangan Cina-Rusia lagi terpuruk. Sebaliknya, “Malah Cina menawarkan Tu-4m Bull-nya,” tutur Salatun. Misi Salatun ke Cina sebenarnya mencari tambahan B-25 Mitchell dan P-51 Mustang.

Jadi, pemilihan TU-16 memperkuat AURI bukan semata alat diplomasi. Penyebab lain adalah embargo senjata Amerika. Padahal saat bersamaan, AURI sangat membutuhkan suku cadang B-25 dan P-51 untuk menghantam AUREV.

Tahun 1960, Salatun berangkat ke Moskow bersama delegasi pembelian senjata dipimpin Jenderal AH Nasution. Sampai kedatangannya, delegasi belum tahu, apakah TU-16 sudah termasuk dalam daftar persenjataan yang disetujui Soviet. Perintah Bung Karno hanya, cari senjata. Apa yang terjadi. TU-16 termasuk dalam daftar persenjataan yang ditawarkan Uni Soviet. Betapa kagetnya delegasi.

“Karena TU-16 kami berikan kepada Indonesia, maka pesawat ini akan kami berikan juga kepada negara sahabat lain,” ujar Menlu Mikoyan. Mulai detik itu, Indonesia menjadi negara ke empat di dunia yang mengoperasikan pembom strategis selain Amerika, Inggris dan Rusia sendiri. Hebat lagi, AURI pernah mengusulkan untuk mengecat bagian bawah Tu-16 dengan Anti Radiation Paint, cat khusus anti radiasi bagi pesawat pembom berkemampuan nuklir. “Gertak musuh saja, AURI kan tak punya bom nuklir,” tutur Salatun. Usul tersebut ditolak.



Segera AURI mempersiapkan awaknya. Puluhan kadet dikirim ke Chekoslovakia dan Rusia. Mereka dikenal dengan angkatan Cakra I, II, III, Ciptoning I dan Ciptoning II. Mulai tahun 1961, ke-24 TU-16 mulai datang bergiliran diterbangkan awak Indonesia maupun Rusia. Pesawat pertama yang mendarat di Kemayoran dikemudikan oleh Komodor Udara (sekarang Marsda TNI Pur Cok Suroso Hurip). Mendapat perhatian terutama dari kalangan intel Amerika.

Kesempatan pertama intel-intel AS melihat TU-16 dari dekat ini, memberikan kesempatan kepada mereka memperkirakan kapasitas tangki dan daya jelajahnya. Pengintaian terus dilakukan AS sampai saat TU-16 dipindahkan ke Madiun. U-2 pun mereka libatkan. Wajar, di samping sebagai negara pertama yang mengoperasikan TU-16 di luar Rusia, kala itu beraneka ragam pesawat blok Timur lainnya berjejer di Madiun.

Senjata Rudal kennel
Kennel memang tidak pernah ditembakkan. Tapi ujicoba pernah dilakukan sekitar tahun 1964-1965. Kennel ditembakkan ke sebuah pulau karang di tengah laut, persisnya antara Bali dan Ujung Pandang. “Nama pulaunya Arakan,” aku Hendro Subroto, mantan wartawan TVRI. Dalam ujicoba, Hendro mengikuti dari sebuah C-130 Hercules bersama KSAU Omar Dhani. Usai peluncuran, Hercules mendarat di Denpasar. Dari Denpasar, dengan menumpang helikopter Mi-6, KSAU dan rombongan terbang ke Arakan melihat perkenaan. “Tepat di tengah, plat bajanya bolong,” jelas Hendro.

Diuber Javelin
Lebih tepat, di masa Dwikoralah awak TU-16 merasakan ketangguhan TU-16. Apa pasal? Ternyata, berkali-kali pesawat ini dikejar pesawat tempur Inggris. Rupanya, Inggris menyadap percakapan AURI di Lanud Polonia Medan dari Butterworth, Penang.

“Jadi mereka tahu kalau kita akan meluncur,” ujar Marsekal Muda (Pur) Syah Alam Damanik, penerbang TU-16 yang sering mondar-mandir di selat Malaka.

Damanik menuturkan pengalamannya di kejar Javelin pada tahun 1964. Damanik terbang dengan ko-pilot Sartomo, navigator Gani dan Ketut dalam misi kampanye Dwikora.

Pesawat diarahkan ke Kuala Lumpur, atas saran Gani. Tidak lama kemudian, dua mil dari pantai, Penang (Butterworth) sudah terlihat. Mendadak, salah seorang awak melaporkan bahwa dua pesawat Inggris take off dari Penang. Damanik tahu apa yang harus dilakukan. Dia berbelok menghindar. “Celaka, begitu belok, nggak tahunya mereka sudah di kanan-kiri sayap. Cepat sekali mereka sampai,” pikir Damanik. Javelin-Javelin itu rupanya berusaha menggiring TU-16 untuk mendarat ke wilayah Singapura atau Malaysia (forced down). Dalam situasi tegang itu, “Saya perintahkan semua awak siaga. Pokoknya, begitu melihat ada semburan api dari sayap mereka (menembak), kalian langsung balas,” perintahnya. Perhitungan Damanik, paling tidak sama-sama jatuh. Anggota Wara (wanita AURI) yang ikut dalam misi, ketakutan. Wajah mereka pucat pasi.

Dalam keadaan serba tak menentu, Damanik berpikir cepat. Pesawat ditukikkannya untuk menghindari kejaran Javelin. Mendadak sekali. “Tapi, Javelin-Javelin masih saja nempel. Bahkan sampai pesawat saya bergetar cukup keras, karena kecepatannya melebihi batas (di atas Mach 1).” Dalam kondisi high speed itu, sekali lagi Damanik menunjukkan kehebatannya. Ketinggian pesawat ditambahnya secara mendadak. Pilot Javelin yang tidak menduga manuver itu, kebablasan. Sambil bersembunyi di balik awan yang menggumpal, Damanik membuat heading ke Medan.

Segenap awak bersorak kegirangan. Tapi kasihan yang di ekor (tail gunner). Mereka berteriak ternyata bukan kegirangan, tapi karena kena tekanan G yang cukup besar saat pesawat menanjak. Akibat manuver yang begitu ketat saat kejar-kejaran, perangkat radar TU-16 jadi ngadat. “Mungkin saya terlalu kasar naiknya. Tapi nggak apa-apa, daripada dipaksa mendarat oleh Inggris,” ujar Damanik mengenang peristiwa itu.

Lain lagi cerita Sudjijantono. “Saya ditugaskan menerbangkan TU-16 ke Medan lewat selat Malaka di Medan selalu disiagakan dua TU-16 selama Dwikora. Satu pesawat terbang ke selatan dari Madiun melalui pulau Christmas (kepunyaan Inggris), pulau Cocos, kepulauan Andaman Nikobar, terus ke Medan,” katanya. Pesawat berikutnya lewat jalur utara melalui selat Makasar, Mindanao, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Laut Cina selatan, selat Malaka, sebelum akhirnya mendarat di Medan. Ada juga yang nakal, menerobos tanah genting Kra.

Walau terkesan “gila-gilaan”, misi ini tetap sesuai perintah. Bung Karno memerintahkan untuk tidak menembak sembarangan. Dalam misi berbau pengintaian ini, beberapa sempat ketahuan Javelin. Tapi Inggris hanya bertindak seperti “polisi”, untuk mengingatkan TU-16 agar jangan keluar perbatasan.

Misi ala stealth
Masih dalam Dwikora. Pertengahan 1963, AURI mengerahkan tiga TU-16 versi bomber (Badger A) untuk menyebarkan pamflet di daerah musuh. Satu pesawat ke Serawak, satunya ke Sandakan dan Kinibalu, Kalimantan. Keduanya wilayah Malaysia. Pesawat ketiga ke Australia. Khusus ke Australia, TU-16 yang dipiloti Komodor Udara (terakhir Marsda Purn) Suwondo bukan menyebarkan pamflet. Tapi membawa peralatan militer berupa perasut, alat komunikasi dan makanan kaleng. Skenarionya, barang-barang itu akan didrop di Alice Springs, Australia (persis di tengah benua), untuk menunjukkan bahwa AURI mampu mencapai jantung benua kangguru itu. “Semacam psi-war buat Australia,” ujar Salatun.

Padahal Alice Springs ditongkrongi over the horizon radar system. “Untuk memantau seluruh kawasan Asia Pasifik,” ujar Marsma (Pur) Zainal Sudarmadji, pilot Tu-16 angkatan Ciptoning II.

Walau begitu, misi tetap dijalankan. Pesawat diberangkatkan dari Madiun sekitar jam satu malam. “Pak Wondo (pilot pesawat-Red) tak banyak komentar. Beliau hanya minta, kita kumpul di Wing 003 pukul 11 malam dengan hanya berbekal air putih,” ujar Sjahroemsjah, gunner TU-16 yang baru tahu setelah berkumpul bahwa mereka akan diterbangkan ke Australia.
Briefing berjalan singkat. Pukul 01.00 WIB, pesawat meninggalkan Madiun. Pesawat terbang rendah guna menghindari radar. Sampai berhasil menembus Australia dan menjatuhkan bawaan, tidak terjadi apa-apa. Pesawat pencegat F-86 Sabre pun tak terlihat aktivitasnya, rudal anti pesawat Bloodhound Australia yang ditakuti juga “tertidur”. Karena Suwondo berputar agak jauh, ketika tiba di Madiun matahari sudah agak tinggi. “Sekitar pukul delapan pagi,” kata Sjahroemsjah.

Penyusupan ke Sandakan, dipercayakan ke Sudjijantono bersama Letnan Kolonel Sardjono (almarhum). Mereka berangkat dari Iswahyudi (Madiun) jam 12 malam. Pesawat membumbung hingga 11.000 m. Menjelang adzan subuh, mereka tiba di Sandakan. Lampu-lampu rumah penduduk masih menyala. Pesawat terus turun sampai ketinggian 400 m. Persis di atas target (TOT), ruang bom (bomb bay) dibuka. Seperti berebutan, pamflet berhamburan keluar disedot angin yang berhembus kencang.

Usai satu sortie, pesawat berputar, kembali ke lokasi semula. “Ternyata sudah gelap, tidak satupun lampu rumah yang menyala,” kata Sudjijantono. Rupanya, aku Sudjijantono, Inggris mengajari penduduk cara mengantisipasi serangan udara. Akhirnya, setelah semua pamflet diserakkan, mereka kembali ke Iswahyudi dan mendarat dengan selamat pukul 08.30 pagi. Artinya, kurang lebih sepuluh jam penerbangan. Semua TU-16 kembali dengan selamat.

Dapat dibayangkan, pada dekade 60-an AURI sudah sanggup melakukan operasi-operasi penyusupan udara tanpa terdeteksi radar lawan. Kalaulah sepadan, bak operasi NATO ke Yugoslavia dengan pesawat silumannya.

Akhir Perjalanan Sang Bomber
Sungguh ironis nasib akhir TU-16 AURI. Pengadaan dan penghapusannya lebih banyak ditentukan oleh satu perkara: politik! Bayangkan, “AURI harus menghapus seluruh armada TU-16 sebagai syarat mendapatkan F-86 Sabre dan T-33 T-bird dari Amerika,” ujar Bagio Utomo, mantan anggota Skatek 042 yang mengurusi perbaikan TU-16. Bagio menuturkan kesedihannya ketika terlibat dalam tim “penjagalan” TU-16 pada tahun 1970.



Dokumen CIA (central intelligence agency) sebagaimana dikutip Audrey R Kahin dan George McT Kahin dalam bukunya “Subversi Sebagai Politik Luar Negeri” menulis: “Belanja senjata RI mencapai 229. 395.600 dollar AS. Angka itu merupakan akumulasi perdagangan pada tahun 1958. Sementara dari Januari hingga Agustus 1959 saja, nilainya mencapai 100.456.500 dollar AS. Dari jumlah ini, AURI kebagian 69.912. 200 dollar AS, yang di dalamnya termasuk pemesanan 20 pesawat pembom.”

Tidak dapat dipungkiri, memang, TU-16 pembom paling maju pada zamannya. Selain dilengkapi peralatan elektronik canggih, badannya terbilang kukuh. “Badannya tidak mempan dibelah dengan kampak paling besar sekalipun. Harus pakai las yang besar. Bahkan, untuk membongkar sambungan antara sayap dan mesinnya, laspun tak sanggup. Karena campuran magnesiumnya lebih banyak ketimbang alumunium,” ujar Bagio.

Namun TU-16 bukan tanpa cacat. Konyol sekali, beberapa bagian pesawat bisa tidak cocok dengan spare pengganti. Bahkan dengan spare yang diambil secara kanibal sekalipun. “Kita terpaksa memakai sistem kerajinan tangan, agar sama dan pas dengan kedudukannya. Seperti blister (kubah kaca), mesti diamplas dulu,” kenang Bagio lagi. Pengadaan suku cadang juga sedikit rumit, karena penempatannya yang tersebar di Ujung Pandang dan Kemayoran.



Sebenarnya, persediaan suku cadang Tu-16 yang dipasok dari Rusia, memadai. Tapi urusan politik membelitnya sangat kuat. Tak heran kemudian, usai pengabdiannya selama Trikora – Dwikora dan di sela-sela nasibnya yang tak menentu pasca G30S/PKI, AURI pernah bermaksud menjual armada TU-16-nya ke Mesir. Namun hal ini tidak pernah terlaksana.

Begitulah nasib TU-16. Tragis. Farewell flight, penerbangan perpisahannya, dirayakan oleh para awak TU-16 pada bulan Oktober 1970 menjelang HUT ABRI. Dijejali 10 orang, TU-16 bernomor M-1625 diterbangkan dari Madiun ke Jakarta. “Sempat ke sasar waktu kita cari Monas,” ujar Zainal Sudarmadji. Saat mendarat lagi di Madiun, bannya meletus karena awaknya sengaja mengerem secara mendadak.

Patut diakui, keberadaan pembom strategis mampu memberikan efek psikologis bagi lawan-lawan Indonesia saat itu. Bahkan, sampai pertengahan 80-an, TU-16 AURI masih dianggap ancaman oleh AS. “Lah, wong nama saya masih tercatat sebagai pilot TU-16 di ruang operasi Subic Bay, kok,” ujar Sudjijantono, angkatan Cakra 1.

Atraksi Ketangguhan Sang Bomber Dalam Persiapan Operasi Trikora
Saat Trikora dikumandangkan, angkatan perang Indonesia sedang berada pada “puncaknya”. Lusinan persenjataan Blok Timur dimiliki. Mendadak AURI berkembang jadi kekuatan terbesar di belahan bumi selatan. Dalam mendukung kampanye Trikora, AURI menyiapkan satu flight TU-16 di Morotai yang hanya memerlukan 1,5 jam penerbangan dari Madiun. “Kita siaga 24 jam di sana,” ujar Kolonel (Pur) Sudjijantono, salah satu penerbang TU-16. “Sesekali terbang untuk memanaskan mesin. Tapi belum pernah membom atau kontak senjata dengan pesawat Belanda,” ceritanya. Saat itu, dikalangan pilot TU-16 punya semacam target favorit, yaitu kapal induk Belanda Karel Doorman.

Selain memiliki 12 TU-16 versi bomber (Badger A) yang masuk dalam Skadron 41, AURI juga memiliki 12 TU-16 KS-1 (Badger B) yang masuk dalam Skadron 42 Wing 003 Lanud Iswahyudi. Versi ini mampu membawa sepasang rudal anti kapal permukaan KS-1 (AS-1 Kennel). Rudal inilah yang ditakuti Belanda. Karena hantaman enam Kennel, mampu menenggelamkan Karel Doorman ke dasar samudera. Sayangnya, hingga Irian Barat diselesaikan melalui PBB atas inisiatif pemerintah Kennedy, Karel Doorman tidak pernah ditemukan TU-16.

Lain lagi kisah Idrus Abas (saat itu Sersan Udara I), operator radio sekaligus penembak ekor (tail gunner) Tu-16. Bulan Mei 1962, saat perundingan RI-Belanda berlangsung di PBB, merupakan saat paling mendebarkan. Awak TU-16 disiagakan di Morotai. Dengan bekal radio transistor, mereka memonitor hasil perundingan. Mereka diperintahkan, “Kalau perundingan gagal, langsung bom Biak,” ceritanya mengenang. “Kita tidak tahu, apakah bisa kembali atau tidak setelah mengebom,” tambah Sjahroemsjah yang waktu itu berpangkat Sersan Udara I, rekan Idrus yang bertugas sebagai operator radio/tail gunner. Istilahnya, one way ticket operation.



Namun para awak TU-16 di Morotai ini, tidak akan pernah melupakan jerih payah ground crew-nya. “Yang paling susah kalau isi bahan bakar. Bayangkan untuk sebuah TU-16, dibutuhkan sampai 70 drum bahan bakar. Kadang ngangkutnya tidak pakai pesawat, jadi langsung diturunkan dari kapal laut. Itupun dari tengah laut. Makanya, sering mereka mendorong dari tengah laut,” ujar Idrus. Derita awak darat itu belum berakhir, lantaran untuk memasukkan ke tangki pesawat yang berkapasitas kurang lebih 45.000 liter itu, masih menggunakan cara manual. Di suling satu per satu dari drum hingga empat hari empat malam. Hanya sebulan TU-16 di Morotai, sebelum akhirnya ditarik kembali ke Madiun usai Trikora.

Sunday, 8 February 2015

Catatan Pencarian Pantai Jayanti, Membelah Jalur Ciwidey – Cidaun

Pagi itu Angga sudah melaju di atas sepeda motornya menembus kemacetan Kota Bandung. Cuaca masih dingin tetapi mesin sepeda motor sudah cukup panas menderu beradu kencang dengan teman satu merknya yang berjalan beriringan dari wilayah Ujung Berung menuju arah Barat. Walaupun waktu baru menunjukkan pukul enam pagi, tetapi lalu lintas tengah kota Bandung di hari Sabtu itu sudah mulai padat.

Sabtu tidak berarti hari libur di Kota Bandung. Tetap banyak juga anak sekolah atau orang-orang yang berburu waktu menuju tempat kerjanya masing-masing. Namun pagi itu Angga sedang berusaha mencapai sebuah tempat di ujung Selatan kota Bandung. Jangan tebak itu sebagai Ciwidey atau Pangalengan, itu sudah terlalu sering didengar orang-orang. Lebih dari itu, sedikit berbeda dan mungkin asing bagi kebanyakan orang, kali ini Angga berburu waktu menuju daerah Cidaun,  Cianjur Selatan. Konon di sana ada tempat bernama Pantai Jayanti, pantai yang jaraknya paling dekat dari kota Bandung.

Benarkah paling dekat? Entahlah, di pagi itu juga Angga belum tahu pasti kabar itu, yang jelas tujuan dia berangkat sepagi itu dengan sepeda motornya adalah untuk membuktikan kabar itu. Dia tak sendirian, dibelakangnya sudah duduk dengan manis seorang gadis berkerudung yang nampak masih mengantuk namun tetap antusias menemani perjalanan dia kala itu. Uchy nampak senang, mungkin. Mungkin sebabnya hari itu dia bisa membolos kerja. Karena biasanya dia berangkat sepagi itu di hari Sabtu untuk pergi ke kantornya di daerah Soekarno Hatta. Dan pagi itu dia bisa melambaikan tangan ke arah jalan Soekarno Hatta untuk berbelok menuju arah Ciwidey.

Ciwidey merupakan gerbang awal terdekat menuju Cidaun ini. Ini bukan gosip atau mitos walaupun saat itu Angga belum membuktikan kebenarannya. Namun seiring beranjaknya pagi menuju siang, sepeda motornya mulai membantu membuktikan kabar itu. Jam 9 pagi mereka sudah berada di wilayah perbatasan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung, melewati sebuah wilayah hutan konservasi karena wilayahnya gelap, lembab, rimbun oleh  pepohonan yang nampak benar-benar dijaga.  Jalanannya menurun sejak dari wilayah Rancabali, Ciwidey dengan aspal yang banyak mengelupas. Nampaknya jalanan saat itu membawa mereka menuju sebuah wilayah lembah yang bernama Naringgul.

Naringgul adalah sebuah wilayah kecamatan di Kabupaten Cianjur yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bandung. Jaraknya sekitar 34 km dari daerah Rancabali. Ini ditunjukkan dari Plang Kecil yang terbuat dari kayu dicat warna biru sebagai penunjuk arah di wilayah Rancabali, Ciwidey. Kebetulan tadi Angga sempat melihat plang itu yang berdiri mungil di tengah hijaunya pemandangan sekitar Rancabali.
Setelah beberapa lama berjibaku dengan jalanan berliku dan mulus dari daerah Rancabali, akhirnya perjalanan Angga dan Uchy harus bertemu juga dengan jalanan rusak. Tepat memasuki wilayah Naringgul, jalanan yang mereka lalui mulai tidak enak untuk dilewati. Aspal nampak mengelupas dimana-mana, begitu juga dengan kerikil yang berserakan membuat Angga hanya bisa memacu sepeda motor bebeknya di antara 20-30km/jam saja. Padahal jarak dari Naringgul menuju Cidaun itu hanya tinggal sekitar 25 km lagi menurut perhitungan kasar di benak Angga kala itu. Tetapi dengan kondisi jalanan seperti itu mereka berdua pun harus menghabiskan waktu sekitar 2 jam untuk melewati jalur ini.

Jalanan rusak mulai berakhir ketika mereka berdua sudah mendekati wilayah Cidaun. Jalur yang tadinya dikelilingi bukit kini mulai berubah di kelilingi pepohonan kelapa dengan hawa lembab khas daerah pantai. Mereka berdua nampak menebak-nebak, sepertinya memang sudah mendekati bibir pantai, namun tak kunjung terlihat hamparan biru Samudera Hindia yang sedari tadi mereka nanti-nantikan itu. Angga melirik Patok di pinggir jalan menunjukkan 8 km lagi menuju Cidaun. Melihatnya, Angga pun makin semangat memelintir selongsong gas di stang sepeda motornya.

Akhirnya ketika memasuki daerah tepat di depan SMPN 1 Cidaun, mulai lah mereka melihat hamparan biru laut Selatan. SMPN 1 Cidaun yang menurut informasi yang didapat Angga itu terletak sekitar 30 meter di atas permukaan laut sepertinya menjadi tanjakan terakhir perjalanan mereka karena setelahnya jalanan menurun menuju bibir Pantai hingga sampai di pertigaan LSJB (Lingkar Selatan Jawa Barat).

Inilah rupanya pantai Selatan Cianjur itu. Akhirnya apa yang Angga pikirkan sedari tadi ternyata kini ada di depan mata. Hamparan Samudera Hindia yang menjadi bagian paling Selatan negeri Indonesia ini kini jelas ada dihadapan mereka berdua.


Mereka tak bisa melepaskan pandangan ke arah hamparan membiru dan buih putih dari ombak yang bergulung menuju pantai. Setelah sampai di pertigaan jalur Selatan Pesisir Jawa Barat, mereka kini berbelok ke arah Timur, melaju dengan kecepatan tak terlalu tinggi menikmati jalur pesisir Selatan Jawa Barat. Sambil sesekali memandang ke kanan, mereka mulai menikmati dan merasakan panasnya cuaca di wilayah ini. 

Sekitar empat kilometer lagi harus mereka tempuh untuk bisa bertemu dengan Pantai Jayanti, pantai yang kini perlahan mulai terbukti bahwa inilah pantai yang jaraknya dekat dari Bandung. Seandainya saja jalanan yang bisa dilalui itu lebih terawat, mungkin tempat ini nantinya akan menjadi tujuan wisata yang menjanjikan keindahan yang tak kalah dari Pantai lain di Jawa Barat, pikir Angga saat itu sembari kembali memandang ke kanan menikmati hembusan angin yang menyeka keringatnya siang itu. Bila dihitung-hitung, jarak yang sudah mereka tempuh siang itu hanya sekitar 100 kilometeran. Namun waktu tempuh menjadi sangat panjang karena jalur yang dilalui mengharuskan mereka berjalan lambat. Mungkin inilah penyebabnya tempat ini belum begitu banyak dikunjungi dan tidak seterkenal Pantai Pangandaran atau Pelabuhan Ratu.

Sekitar 15 menit perlahan mereka berdua melaju menikmati mulusnya jalus Selatan Jawa Barat ini, sampai akhirnya tibalah keduanya di gerbang masuk Pantai Jayanti yang terletak di sebelah kanan jalan. Tidak terlalu ramai memang kondisi saat itu.  Dengan harga tiket yang murah meriah keduanya langsung bisa menembus masuk area wisata ini. Dengan membayar tiket Rp 3000 perorang saja mereka sudah bisa masuk ke area wisata Pantai Jayanti, Cidaun ini.

Awalnya Angga dan Uchy sempat kebingungan karena yang mereka temui saat itu adalah sebuah dermaga dan tempat pelelangan ikan. Kemudian mereka menccoba untuk melihat keadaan sekitar, sejenak mengamati dan yang mereka temukan hanyalah dermaga dengan beberapa perahu yang ditambatkan, warung-warung kecil dan bebeapa kios tempat pelelangan ikan. Inikah Pantai Jayanti itu?, pikir mereka saat itu. Tetapi setelah berjalan ke arah Barat, mereka akhirnya menemukan hamparan pantai nan luas.

Saat itu Angga membawa sepeda motor bebek kesayangannya itu  memasuki area bibir pantai, melaju melewati lautan pasir walaupun dibeberapa area motornya sempat tenggelam di telan pasir. Pantai ini begitu sepi, seakan menjadi pantai pribadi bagi mereka berdua waktu itu.

Pantai Jayanti adalah sebuah Pantai yang terdiri  dari dua wilayah, di sebelah Barat Pantai dengan hamparan Pasir luas, sedangkan sebelah Timur adalah dermaga dan tempat pelelangan ikan. Pantai sebelah Barat cocok untuk dipakai kegiatan wisata. Namun karena ombaknya yang besar, di Pantai ini pengunjung dilarang untuk berenang.

Setelah menikmati indahnya Pantai Jayanti, makan dan juga shalat Dhuhur, sekitar pukul 14.00 mereka berdua beranjak untuk pulang. Karena tujuan awalnya memang One Day Trip, maka bergegaslah mereka untuk meninggalkan pantai ini. Angga saat itu berencana untuk pulang melewati jalur Rancabuaya-Cisewu-Pangalengan-Bandung. Keluar dari gerbang Pantai Jayanti mereka pun berbelok ke kanan ke arah Kabupaten Garut, menuju Pantai Rancabuaya. Di jalur ini laju motor berulangkali melewati jembatan yang menghubungkan jalan yang terputus oleh sungai-sungai kecil yang bermuara di Pantai Selatan. Pantas saja jika daerah ini dulunya sangat terisolasi mengingat dari Kabupaten Cianjur menuju Kabupaten Garut ini, warga harus melewati beberapa sungai. Namun sekarang, perjalanan mereka dari Kabupaten Cianjur ke kabupaten Garut lewat Jalur Pesisir Selatan Jawa Barat ini cukup ditempuh dengan 1 jam perjalanan saja. Perekonomian masyarakat di wilayah ini nampaknya akan semakin maju dengan terhubungnya wilayah ini dengan jalan yang mulus dan jembatan-jembatan yang kokoh.

Tepat pukul tiga sore sampailah keduanya di perempatan Rancabuaya, disini terdapat rambu petunjuk yang mereka lihat, dimana berbelok kanan menuju pantai Rancabuaya, lurus menuju daerah Pameungpeuk Garut, ke Pantai Santolo, dan arah belok kiri adalah arah Pangalengan. Karena sudah terlalu sore, Angga meutuskan untuk hanya sekedar lewat saja di tempat ini. Rencana untuk berkunjung ke Pantai Rancabuaya ia urungkan karena takut terlalu malam di jalan. Apalagi dirinya belum terlalu hapal bagaimana keadaan jalur Cisewu - Pangalengan di malam hari. Angga kemudian berbelok ke arah Pangalengan dan berhenti sejenak untuk mengisi bensin di penjual eceran. Sepanjang jalur Cidaun sampai Rancabuaya ini banyak sekali penjual bensin eceran yang mereka temui karena memang tidak ada SPBU. Penjual bensin eceran disini mendapat pasokan bensin dari daerah Pangalengan atau Ciwidey. Harga bensin yang dijual bervariasi, dari mulai Rp 5000 sampai Rp 6000 per liter tidak terlalu jauh bedanya dengan harga Rp 4500 per liter di SPBU saat itu. Kebetulan penjual bensin yang mereka temui di dekat perempatan Rancabuaya ini menjual bensinnya hanya seharga Rp 5000 per liter. Di daerah pesisir Selatan Garut ini barang-barang kebutuhan sehari-hari lebih mudah di dapatkan daripada di daerah pesisir Selatan Cianjur. Mungkin karena jaraknya dekat dengan daerah Pameungpeuk sehingga distribusi barang lebih mudah. Bandingkan dengan daerah Cidaun yang sangat jauh dari Cianjur kota. Perjalanan berlanjut, kali ini pulang menuju arah Pangalengan. Dari daerah pantai menuju daerah Pegunungan sudah pasti mereka harus mendaki jalanan. Jalanan dari Rancabuaya menuju Cisewu ini sudah diperbaiki sehingga lebih lebar dan aspal hotmix baru. Marka jalan juga belum semuanya rampung karena kabarnya jalan ini baru saja selesai dibuat. Perbaikan jalur Pangalengan-Cisewu-Rancabuaya ini baru mulai dilakukan pada bulan Mei 2012 lalu. 



Dan Jalur ini kemudian menjadi jalur yang mengantarkan mereka berdua pulang kembali ke Bandung dengan berbekal kabar bahwa di Cianjur Selatan terdapat Pantai yang Indah bernama Pantai Jayanti



Curug Citambur, Curahan Anugerah Tuhan di Perbatasan Bandung Cianjur

Malam itu nampak dingin diiringi gemericik hujan di bulan November, Angga nampak asyik membuka-buka halaman Facebooknya.  Ditemani gelas besar berisi air putih yang nampak tinggal seperempatnya lagi. Disana juga ada handphone dan juga charger yang masih tetap menancap walaupun sudah terlepas dari tugasnya mengisi baterai handphone yang kini nampak sepi tak berdering. Seolah sedang beristirahat dari rutinitas padatnya di siang hari, handphone itu hanya diam dan hanya menggerakan angka jam saja menuju pukul 00.45.
 
Entah apa yang membuat Angga masih bisa terjaga malam itu, belum ada tanda-tanda  kegiatannya hari ini akan segera berakhir di peristirahatan sementaranya, bukan yang terakhir. Mungkin segelas kopi hitam yang diminumnya selepas Isya tadi cukup untuk membuatnya tahan terjaga hingga sekarang. Memutar-mutar scroll mouse komputernya sambil sesekali gerakan bola matanya mencari-cari sesuatu.
 
Malam itu ia membuka kembali album fotonya ketika berpetualang ke daerah Cianjur. Tepatnya ke tempat bernama Curug Citambur, begitulah nama  yang tertulis di album foto Facebook yang sedang ia buka. Di dalamnya mungkin ada beberapa foto yang membuatnya mengingat kembali pengalaman menarik yang pernah ia rasakan di sana.
 
Foto yang sedang dilihatnya malam itu adalah foto dirinya yang sedang berpose di depan Curug Citambur. Dulu foto itu diambil oleh si Yusni yang memang sering menjadi teman seperjuangan  si Angga dalam berpetualang mencari tempat-tempat baru yang belum banyak dikunjungi orang-orang. Yusni memang pandai mengambil foto dengan sudut pengambilan yang unik, membuat setiap foto yang diambil terlihat berbeda. Dalam foto itu Angga nampak sedang berdiri di depan Curug Citambur yang terlihat megah dengan sudut pengambilan gambar dari bawah.

 
Curug atau Air Terjun Citambur ini memiliki tinggi sekitar 100 meter. Terletak di antara perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur, tepatnya di desa Karang Jaya, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Cianjur. Walaupun letaknya di Kabupaten Cianjur, namun tempat ini lebih dekat jika ditempuh dari wilayah Ciwidey. Jaraknya sekitar 80 km dari kota Bandung atau sekitar 40 km dari Ciwidey. Bagi masyarakat di daerah Ciwidey, mungkin sudah terbiasa mendengar nama Curug ini. Tapi lain halnya dengan masyarakat di daerah lain, terutama di Kota Bandung. Nama Curug Cimahi atau Curug Malela mungkin lebih populer di telinga orang Bandung di bandingkan nama Curug Citambur. Konon Curug Citambur ini termasuk kedalam sepuluh air terjun tertinggi di Indonesia.
 
Melihat foto itu membuat Angga kembali mengingat pengalaman mengesankannya itu. Di foto itu terlihat airnya nampak deras jatuh dari ketinggian, butiran air nampak memutih di sekitar jatuhannya. Di foto itu Angga berdiri sisi sebelah kanan dari Curug Citambur ini yang merupakan spot terdekat dengan jatuhan air yang bisa dijangkau. Terlihat ribuan meter kubik air jatuh ke dasar curugan, bergemuruh. Konon dulu debit air Curug ini lebih besar daripada sekarang sehingga jatuhan air nya mengeluarkan suara burr..burr.. yang terdengar dari kejauhan, oleh sebab itulah Curug ini diberi nama Citambur.

 
Melihat jatuhan air di foto itu, Angga semakin bisa mengingat pengalaman saat semakin mendekat ke arah curug, butiran air yang terbawa angin semakin deras menerpa. Kamera dan juga pakaian pun bisa dibuat basah olehnya. Terkadang angin menerpa cukup kencang bisa membuat badan tidak seimbang saat berdiri di ujung-ujung batu dekat Curug Citambur ini. Dia masih ingat betul ketika dirinya juga sempat merasa pusing saat berdiri mengambil beberapa foto di puncak-puncak batu dekat Curug Citambur ini. Apalagi saat melihat ke dasar lembah tempat aliran Curug ini mengalir, terlihat sangat dalam dan juga membuat setiap orang penasaran ingin mencoba berenang menikmati airnya.
 
Namun, semua keindahan itu tidaklah didapat dengan mudah. Curug Citambur ini terletak di wilayah perbatasan Kabupaten Bandung dan Cianjur dan jika kita hendak menuju tempat ini dari wilayah Bandung, maka akses jalan terdekat adalah dari wilayah Ciwidey.
 
Dari Ciwidey kita masih harus menempuh jarak sekitar 10 km menuju perkebunan teh Sinumbra. Di sini kita akan disuguhi pemandangan perkebunan Teh yang sangat indah, kondisi jalan lumayan baik namun semakin lama semakin banyak ditemui aspal mengelupas di sana sini. Jika menggunakan sepeda motor, kita tak bisa melaju lebih dari 30km/jam karena sesekali harus melambat melewat jalanan dengan aspal rusak dan jalanan berpasir. Namun sejauh ini perjalanan masih menyenangkan untuk dinikmati, terutama beberapa spot pemandangannya yang menggoda kita untuk berhenti sejenak menikmati pemandangan hijau sepanjang mata memandang
 
Sesekali kita akan berpapasan dengan sepeda motor berplat F, karena walaupun masih masuk wilayah Kabupaten Bandung, namun rupanya banyak juga orang Cianjur yang menggunakan jalur ini untuk menuju wilayah Bandung daripada harus melewati Cianjur Kota yang jaraknya bisa sampai tiga kali lipat lebih jauh.
Jalanan berliku dengan kontur menurun harus kita lalui untuk menuju Curug Citambur ini, terkadang juga kita menemui jalanan bercabang yang lumayan membingungkan. Jika memang bingung, ikuti saja jalur jalan yang lebar. Tanyakan saja jalur menuju desa Cipelah karena desa inilah yang menjadi titik checkpoint perjalanan menuju Curug Citambur ini
 
Jarak dari Perkebunan Sinumbra menuju desa Cipelah sekitar 20 kilometer, bisa ditempuh dengan waktu sekitar satu jam karena laju kendaraan tak bisa lebih dari 30km/jam, dan rupanya sepanjang itulah jalanan dengan kondisi baik yang bisa kita temui. Setelah melewati Desa Cipelah, yakni daerah pasar semacam alun-alun, maka jalanan yang kita lewati mulai memprihatinkan.
 
Selepas Desa Cipelah jalanan yang kita lewati semakin membuat badan bergetar. Bukan lagi jalanan aspal yang kita lewati, melainkan seperti susunan batu yang dibuat untuk penderita rematik yang biasa terdapat di Taman Lansia. Semakin menakutkan ketika jalanan yang kita lewati merupakan turunan atau tanjakan karena ban motor terasa selip ketika menanjak ataupun ketika melambat melewati turunan. Jika berboncengan sudah pasti kita akan was-was melewati jalanan ini, sesekali pengendara yang berboncengan berdua harus berhenti dan turun karena takut jatuh atau motor tidak bisa menanjak. Ini terjadi di musim kemarau, lalu bagaimana jika di musim penghujan. Rasanya bukan ide bagus untuk berkunjung ke Curug Citambur di musim penghujan. Melihat jalanan seperti ini, rasanya khawatir jika membawa wanita hamil kesini, bisa-bisa keguguran di jalan.
 
Dalam perjalanan pergi menuju Curug Citambur ini kita akan menemui sebuah turunan di daerah Cisabuk (kalau tidak salah). Turunan yang berbatu dan lumayan licin yang harus kita lewati dengan penuh keberanian. Di sekitarnya sudah banyak warga yang berdiri di pinggir jalan, bersiaga membantu pengendara yang mungkin bisa saja terjatuh. Mereka biasanya akan berkata "lalaunan jang, leueur" (Pelan-pelan, nak.. licin). Memang jalanannya licin dan warga disana berinisiatif menaburi turunan tersebut dengan semacam kulit padi (huut dalam bahasa sunda) agar jalanan tidak terlalu licin, namun tetap saja membuat ban motor sedikit selip kala melewatinya. Warga di sini mungkin sudah terbiasa melihat pengendara terjatuh di sini karena terdapat beberapa bekas selip dan goresan motor yang jatuh. Ngeri.
 
Jika kita sudah sampai di sebuah SD (kalau tidak salah namanya SD Cipelah) terlihat di kejauhan garis putih membujur memotong perbukitan. Ada banyak air terjun yang bisa kita saksikan dari kejauhan disini. Tak jauh dari sana kita melewati sebuah gapura bercat biru. Inilah perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur. Setelah melewati Gapura tersebut, jalanan kembali mulus-lus-lus seperti jalanan perkotaan. Jalanan di wilayah Kabupaten Cianjur ini memang lebih baik daripada jalanan di sepanjang wilayah Kabupaten Bandung mulai dari Perkebunan teh Sinumbra hingga Cipelah.
 
Pintu masuk Curug Citambur terdapat di sebelah kanan jalan, tepat di depan kantor desa Karang Jaya. Begitu masuk akan ada sebuah pemandangan berupa Danau atau Situ Rawasuro. Tiket masuk tempat wisata ini cukup murah, tiga ribu rupiah untuk satu orang pengunjung.
 
Sekitar 200 meter dari pintu masuk, kita harus melalui jalanan berbatu untuk sampai di tempat parkir berupa lapangan tanah berumput. Dari sini kita bisa melihat Air Terjun yang jatuh dari atas tebing di ketinggian sekitar 100 meter. Inilah dia Curug Citambur, Curahan Anugerah Tuhan di Perbatasan Bandung Cianjur.
Memang terkadang untuk mendapatkan sesuatu yang indah diperlukan juga usaha yang tidak mudah untuk mendapatkannya. Dan pengalaman Angga saat berkunjung ke Curug Citambur ini juga merupakan sesuatu yang indah hingga masih akan terus tersimpan di benaknya hingga waktu yang lama.
 
Waktu terus beranjak menuju dini hari, kokok ayam mulai terdengar di kejauhan. Sembari mulai menutup satu persatu halaman Facebooknya malam itu, angga kemudian membereskan ingatannya. Disiapkannya segenap hati dan pikirannya untuk diistirahatkan. Malam itu menuju dini hari barulah Angga bisa kemudian menutup matanya sembari terus mengingat pengalaman indah berkunjung ke Curug Citambur

Wednesday, 30 July 2014

Membantu Orang Sekitar ala Prabowo Subianto



Para tetangga di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, mengungkap keseharian Prabowo. Di mata mereka Prabowo dianggap sebagai sosok yang bisa mengayomi dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Jauh dari stigma pelanggar HAM yang acapkali dituduhkan para lawan politiknya.

Betapa tidak, Prabowo telah membantu mengangkat taraf hidup dan perekonomian warga sekitar. Lebih dari 80 persen penduduk desa setempat dipekerjakan di rumah Prabowo. Dia juga sangat perhatian dengan memberikan bantuan permodalan baik kepada para petani, peternak, maupun pelaku usaha kecil dan menengah. Sikap santunnya juga membuat dia semakin disegani.



“Pak Prabowo memberikan bantuan modal bagi yang ingin berwiraswasta, memberikan bibit tanaman yang bisa diolah untuk warga sekitar hingga mempekerjakan warga sekitar,” ungkap Anwar, warga Desa Bojong Koneng.

Penuturan serupa juga disampaikan warga lainnya, Iyan. Menurut dia, banyak tetangganya yang dipekerjakan untuk membantu di rumah Prabowo yang memiliki ternak kambing, sapi, kuda serta lahan pertanian. Selain diberikan upah yang layak, Prabowo juga mempersilahkan warga mengambil hasil panen dari tanaman yang dibudidayakan.
Sumber

Prabowo Subianto memiliki rumah dan lahan yang sangat luas di Desa Bojongkoneng, Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Prabowo tadi terlihat naik mobil menuju helipad dalam kompleks rumahnya. Sehari-hari, Prabowo cukup ramah pada warga sekitar.




Rumah Prabowo cukup luas, ditaksir lebih dari 1 hektar atau beberapa hektar. Dari depan, ada gerbang kayu setinggi 2,5 meter. Di kanan-kiri gerbang kayu itu ada pagar tembok, bila ditotal dengan gerbang kayu, panjang 10 meter. Dari gerbang itu, ada jalan menanjak sekitar 500 meter. Di dalam, selain rumah induk terdapat helipad, lapangan gembala kuda, istal, kandang kambing hingga lahan pertanian seperti pisang, cabe, tomat dan semacamnya. Entah, berapa jarak dari rumah induk ke gerbang, yang jelas Prabowo naik mobil Lexus putih saat menuju helipad sebelum akhirnya naik helikopter di dalam kompleks rumahnya itu.

Menurut salah satu warga di sekitar rumah Prabowo, H Sanukri (55), rumah Prabowo dulunya milik Jenderal Istarto Iskandar, mantan Pangdam Diponegoro.

"Kurang lebih 5 tahun (berpindah ke tangan Prabowo, red)," timpal warga lainnya Meiwati saat ditemui detikcom, Jumat (11/4/2014).

Menurut warga lain Acim (55) tak ada yang berani masuk ke dalam rumah induk Prabowo. "Banyak yang jaga," kata Acim. Sanukri kemudian menimpali, "Banyak anjingnya, takut. Nggak berani saya mah ke atas".

Prabowo menurut Meiwati, lebih suka naik mobil dibanding helikopter bila tak buru-buru. Meski naik mobil, Prabowo suka menyapa warga. "Orangnya ramah, kalau lewat suka dadah-dadah. Kadang suka berhenti ngasih uang ke anak-anak," tuturnya.

"Kalo nggak naik heli, nyusahin warga, bikin macet," bapak Acim

Ada apa saja sih di dalam rumahya? "Ada kuda, ada kambing, ada bebek, ada sapi. Tempatnya misah-misah. Kalo kuda deket rumahnya di atas, kalau bebek di bawah, deket tempat diklat drum band," kata Acim. Sedangkan Sanukri menimpali kuda Prabowo ada sekitar 17 ekor.



Prabowo, menurut Sanukri, juga membuat tempat pengobatan gratis untuk warga sekitar. Letaknya di kompleks diklat drumband yang dibina Prabowo, sekitar 2 km dari rumah Prabowo.

"Ada tempat pengobatan gratis untuk warga di sini, di diklat. Bukanya 24 jam. Dokternya ganti-gantian. Udah ada rawat inapnya juga. Bapak juga nyiapin bus buat anak-anak sekolah, antar jemput. Kalo nyediain makanan pas acara dari hasil pertaniannya sendiri. Ada pisang rebus, kacang rebus. Lahan pertaniannya di dalem juga. Kurang lebih 4 hektaranlah area rumahnya aja," kata Sanukri.

Menurut Meiwati, Prabowo suka membuat acara-acara buat warga baik untuk anak yatim, janda, fakir miskin. "Pas puasa, buka bersama-sama warga tapi ya nggak masuk ke dalam rumahnya. Di tenda aja, sering ngundang makan-makanlah," tuturnya.
Sumber

Selain memiliki rumah yang luas di Desa Bojongkoneng, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Prabowo pendiri Partai Gerindra juga memiliki lahan luas, sekitar 2 km dari rumahnya. Di atas lahan itu, ada diklat untuk drum band, klinik hingga lahan pertanian dan peternakan.

Warga mengenalnya sebagai 'Diklat Drum Band'. Prabowo memang membina grup drum band bernama Canka Garuda Yaksa.

Dalam Facebook milik Partai Gerindra disebutkan, "Tim Drum Band Canka Garuda Yaksa digagas oleh Prabowo Subianto, sebagai sarana pemberi semangat bagi seluruh keluarga besar Gerindra dan pembinaan generasi muda Nusantara dari berbagai daerah yang mempunyai bakat memainkan alat musik. Sebagian besar dari Sulawesi Utara, dimana mereka adalah pemain drumband sejak SD, SMP dan SMA, bahkan banyak yang telah menjadi pelatih drumband. Tim drumband Garuda Yaksa diharapkan dapat semakin membangkitkan semangat dan militansi kader Partai Gerakan Indonesia Raya".




Facebook juga memposting foto aksi dari grup drum band Garuda Yaksa itu yang sekilas mirip penampilan drumband dari Akademi Militer, semua personelnya laki-laki, berambut cepak dan berpakaian putih-putih bak tentara.

Lahan di diklat, ada sekitar puluhan bangunan rumah seperti mess. Menurut petugas keamanan kompleks 'Diklat Drum Band', Yanto WY (30), ada sekitar 20 bangunan mess untuk tempat tinggal para pemain drum band dan pelatihnya.

Menurut salah satu penghuni mess asal Manado, Fliki (20), ada ratusan orang tinggal di bawah mess itu. "Ada 160-an orang anggota drum band yang tinggal di diklat. Anak drum band sama instrukturnya," tutur Fliki.

Tampak juga pendopo besar dari batu bata bali warna merah. Menurut Fliki pendopo itu untuk latihan drumband dan jika ada acara atau pertemuan.

Tampak pula klinik pengobatan yang ada dalam kompleks Diklat itu. Saat itu penanggung jawab klinik, dr Taufik tidak ada di tempat. detikcom yang berkunjung pada Jumat (11/4/2014) ditemui perawat bernama Cecep (23) dan Insan (23).

"Iya ini 24 jam (bukanya). Boleh buat warga juga," tutur Cecep.

Sebelumnya, seorang warga di sekitar rumah Prabowo, Sanukri (55) mengatakan klinik itu gratis buat warga. "Ada tempat pengobatan gratis untuk warga di sini, di diklat. Bukanya 24 jam. Dokternya ganti-gantian. Udah ada rawat inapnya juga," kata Sanukri yang mengatakan lahan Prabowo ada seluas 450 hektar.




Di kompleks Diklat itu, ada juga peternakan sapi, bebek dan kambing. "Bebek ada 500 (ekor), kambing nggak tahu karena banyak, sapi 100-an (ekor). Kuda nggak tahu pasti," kata petugas keamanan kompleks Diklat, Yant WY.

Hasil peternakannya, imbuhnya, adalah susu kambing dan susu sapi yang diolah dengan melibatkan warga setempat. Hasilnya, untuk penghuni kompleks Diklat hingga dihibahkan pada warga setempat.







"Ada rasa strawberry, kopi, buah-buahan lah. Ada juga campuran susu sapi sama kambing, susu kambing otawa. Hasil produksi nggak diperjualbelikan. Untuk masyarakat sekitar, sekolah-sekolah di Bojongkoneng sama pegawai aja. Pegawai dapat tiap hari, masyarakat setiap minggu. Pekerja sini mayoritas warga sekitar," kata Yanto.
loading...
 
Copyright © 2014 Rasendriya Bercerita. Designed by OddThemes