BREAKING NEWS
loading...
loading...
Showing posts with label Politik. Show all posts
Showing posts with label Politik. Show all posts

Thursday, 10 September 2015

Australia Pernah Takut Oleh Pesawat Pembom Indonesia TU-16

Bila predikat Angkatan Udara terkuat di Asia Tenggara kini di pegang oleh Singapura, maka di era tahun 60an kekuatan angkatan udara negeri kita boleh dibilang menjadi “Singa”, tak cuma di Asia Tenggara, bahkan di kawasan Asia, TNI-AU kala itu sangat diperhitungkan. Bahkan Cina maupun Australia belum punya armada pembom strategis bermesin jet. Sampai awal tahun 60an hanya Amerika yang memiliki pembom semacam (B-58 Hustler), Inggris (V bomber-nya, Vulcan, Victor, serta Valiant) dan Rusia.

Gelar “Singa” tentu bukan tanpa alasan, di awal tahun 60an TNI-AU sudah memiliki arsenal pembom tempur mutakhir dimasanya yakni TU-16, yang punya daya jelajah cukup jauh dan mampu membawa muatan bom dalam jumlah besar. Pembelian TU-16 AURI didasari terbatasnya kemampuan B-25, embargo suku cadang dari Amerika dan untuk memuaskan ambisi politik.

“TU-16 masih dalam pengembangan dan belum siap untuk dijual,” ucap Dubes Rusia untuk Indonesia Zhukov kepada Bung Karno (BK) suatu siang di penghujung tahun 50an. Ini menandakan, pihak Rusia masih bimbang untuk meluluskan permintaan Indonesia membeli TU-16. Tapi apa daya Rusia, AURI ngotot. Bung Karno terus menguber Zhukov tiap kali bersua. “Gimana nih, TU-16-nya,” kira-kira begitu percakapan dua tokoh ini. Akhirnya, mungkin bosan dikuntit terus, Zhukov melaporkan juga keinginan Bung Karno kepada Menlu Rusia Mikoyan. Usut punya usut, kenapa Bung Karno begitu semangat? Ternyata, Letkol Salatun-lah pangkal masalahnya. “Saya ditugasi Pak Surya (KSAU Suryadarma) menagih janji Bung Karno setiap ada kesempatan,” aku Marsda (Pur) RJ Salatun tertawa.



Ketika ide pembelian TU-16 dikemukakan Salatun saat itu sekretaris Dewan Penerbangan/Sekretaris Gabungan Kepala-kepala Staf kepada Suryadarma tahun 1957, tidak seorangpun tahu. Maklum, TNI tengah sibuk menghadapi PRRI/Permesta. Namun dari pemberontakan itu pula, semua tersentak. AURI tidak punya pembom strategis B-25 yang dikerahkan menghadapi AUREV (AU Permesta), malah merepotkan. Karena daya jelajahnya terbatas, pangkalannya harus digeser, peralatan pendukungnya harus diboyong. Waktu dan tenaga tersita. Sungguh tidak efektif. Celaka lagi, Amerika meng-embargo suku cadangnya. Alhasil, gagasan memiliki TU-16 semakin terbuka.

Salatun yang menemukan proyek TU-16 dari majalah penerbangan asing tahun 1957, menyampaikannya kepada Suryadarma. “Dengan TU-16, awak kita bisa terbang setelah sarapan pagi menuju sasaran terjauh sekalipun dan kembali sebelum makan siang,” jelasnya kepada KSAU. “Bagaimana pangkalannya,” tanya Pak Surya. “Kita akan pakai Kemayoran yang mampu menampung pesawat jet,” jawab Salatun. Seiring disetujuinya rencana pembelian TU-16 ini, landas pacu Lanud Iswahyudi, Madiun, kemudian turut diperpanjang.

Proses pembeliannya memang tidak mulus. Sejak dikemukakan, baru terealisasi 1 Juli 1961, ketika TU-16 pertama mendarat di Kemayoran. Ketika lobi pembeliannya tersekat dalam ketidakpastian, Cina pernah dilirik agar membantu menjinakkan “beruang merah”. Caranya, Cina diminta menalangi dulu pembeliannya. Namun usaha ini sia-sia, karena neraca perdagangan Cina-Rusia lagi terpuruk. Sebaliknya, “Malah Cina menawarkan Tu-4m Bull-nya,” tutur Salatun. Misi Salatun ke Cina sebenarnya mencari tambahan B-25 Mitchell dan P-51 Mustang.

Jadi, pemilihan TU-16 memperkuat AURI bukan semata alat diplomasi. Penyebab lain adalah embargo senjata Amerika. Padahal saat bersamaan, AURI sangat membutuhkan suku cadang B-25 dan P-51 untuk menghantam AUREV.

Tahun 1960, Salatun berangkat ke Moskow bersama delegasi pembelian senjata dipimpin Jenderal AH Nasution. Sampai kedatangannya, delegasi belum tahu, apakah TU-16 sudah termasuk dalam daftar persenjataan yang disetujui Soviet. Perintah Bung Karno hanya, cari senjata. Apa yang terjadi. TU-16 termasuk dalam daftar persenjataan yang ditawarkan Uni Soviet. Betapa kagetnya delegasi.

“Karena TU-16 kami berikan kepada Indonesia, maka pesawat ini akan kami berikan juga kepada negara sahabat lain,” ujar Menlu Mikoyan. Mulai detik itu, Indonesia menjadi negara ke empat di dunia yang mengoperasikan pembom strategis selain Amerika, Inggris dan Rusia sendiri. Hebat lagi, AURI pernah mengusulkan untuk mengecat bagian bawah Tu-16 dengan Anti Radiation Paint, cat khusus anti radiasi bagi pesawat pembom berkemampuan nuklir. “Gertak musuh saja, AURI kan tak punya bom nuklir,” tutur Salatun. Usul tersebut ditolak.



Segera AURI mempersiapkan awaknya. Puluhan kadet dikirim ke Chekoslovakia dan Rusia. Mereka dikenal dengan angkatan Cakra I, II, III, Ciptoning I dan Ciptoning II. Mulai tahun 1961, ke-24 TU-16 mulai datang bergiliran diterbangkan awak Indonesia maupun Rusia. Pesawat pertama yang mendarat di Kemayoran dikemudikan oleh Komodor Udara (sekarang Marsda TNI Pur Cok Suroso Hurip). Mendapat perhatian terutama dari kalangan intel Amerika.

Kesempatan pertama intel-intel AS melihat TU-16 dari dekat ini, memberikan kesempatan kepada mereka memperkirakan kapasitas tangki dan daya jelajahnya. Pengintaian terus dilakukan AS sampai saat TU-16 dipindahkan ke Madiun. U-2 pun mereka libatkan. Wajar, di samping sebagai negara pertama yang mengoperasikan TU-16 di luar Rusia, kala itu beraneka ragam pesawat blok Timur lainnya berjejer di Madiun.

Senjata Rudal kennel
Kennel memang tidak pernah ditembakkan. Tapi ujicoba pernah dilakukan sekitar tahun 1964-1965. Kennel ditembakkan ke sebuah pulau karang di tengah laut, persisnya antara Bali dan Ujung Pandang. “Nama pulaunya Arakan,” aku Hendro Subroto, mantan wartawan TVRI. Dalam ujicoba, Hendro mengikuti dari sebuah C-130 Hercules bersama KSAU Omar Dhani. Usai peluncuran, Hercules mendarat di Denpasar. Dari Denpasar, dengan menumpang helikopter Mi-6, KSAU dan rombongan terbang ke Arakan melihat perkenaan. “Tepat di tengah, plat bajanya bolong,” jelas Hendro.

Diuber Javelin
Lebih tepat, di masa Dwikoralah awak TU-16 merasakan ketangguhan TU-16. Apa pasal? Ternyata, berkali-kali pesawat ini dikejar pesawat tempur Inggris. Rupanya, Inggris menyadap percakapan AURI di Lanud Polonia Medan dari Butterworth, Penang.

“Jadi mereka tahu kalau kita akan meluncur,” ujar Marsekal Muda (Pur) Syah Alam Damanik, penerbang TU-16 yang sering mondar-mandir di selat Malaka.

Damanik menuturkan pengalamannya di kejar Javelin pada tahun 1964. Damanik terbang dengan ko-pilot Sartomo, navigator Gani dan Ketut dalam misi kampanye Dwikora.

Pesawat diarahkan ke Kuala Lumpur, atas saran Gani. Tidak lama kemudian, dua mil dari pantai, Penang (Butterworth) sudah terlihat. Mendadak, salah seorang awak melaporkan bahwa dua pesawat Inggris take off dari Penang. Damanik tahu apa yang harus dilakukan. Dia berbelok menghindar. “Celaka, begitu belok, nggak tahunya mereka sudah di kanan-kiri sayap. Cepat sekali mereka sampai,” pikir Damanik. Javelin-Javelin itu rupanya berusaha menggiring TU-16 untuk mendarat ke wilayah Singapura atau Malaysia (forced down). Dalam situasi tegang itu, “Saya perintahkan semua awak siaga. Pokoknya, begitu melihat ada semburan api dari sayap mereka (menembak), kalian langsung balas,” perintahnya. Perhitungan Damanik, paling tidak sama-sama jatuh. Anggota Wara (wanita AURI) yang ikut dalam misi, ketakutan. Wajah mereka pucat pasi.

Dalam keadaan serba tak menentu, Damanik berpikir cepat. Pesawat ditukikkannya untuk menghindari kejaran Javelin. Mendadak sekali. “Tapi, Javelin-Javelin masih saja nempel. Bahkan sampai pesawat saya bergetar cukup keras, karena kecepatannya melebihi batas (di atas Mach 1).” Dalam kondisi high speed itu, sekali lagi Damanik menunjukkan kehebatannya. Ketinggian pesawat ditambahnya secara mendadak. Pilot Javelin yang tidak menduga manuver itu, kebablasan. Sambil bersembunyi di balik awan yang menggumpal, Damanik membuat heading ke Medan.

Segenap awak bersorak kegirangan. Tapi kasihan yang di ekor (tail gunner). Mereka berteriak ternyata bukan kegirangan, tapi karena kena tekanan G yang cukup besar saat pesawat menanjak. Akibat manuver yang begitu ketat saat kejar-kejaran, perangkat radar TU-16 jadi ngadat. “Mungkin saya terlalu kasar naiknya. Tapi nggak apa-apa, daripada dipaksa mendarat oleh Inggris,” ujar Damanik mengenang peristiwa itu.

Lain lagi cerita Sudjijantono. “Saya ditugaskan menerbangkan TU-16 ke Medan lewat selat Malaka di Medan selalu disiagakan dua TU-16 selama Dwikora. Satu pesawat terbang ke selatan dari Madiun melalui pulau Christmas (kepunyaan Inggris), pulau Cocos, kepulauan Andaman Nikobar, terus ke Medan,” katanya. Pesawat berikutnya lewat jalur utara melalui selat Makasar, Mindanao, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Laut Cina selatan, selat Malaka, sebelum akhirnya mendarat di Medan. Ada juga yang nakal, menerobos tanah genting Kra.

Walau terkesan “gila-gilaan”, misi ini tetap sesuai perintah. Bung Karno memerintahkan untuk tidak menembak sembarangan. Dalam misi berbau pengintaian ini, beberapa sempat ketahuan Javelin. Tapi Inggris hanya bertindak seperti “polisi”, untuk mengingatkan TU-16 agar jangan keluar perbatasan.

Misi ala stealth
Masih dalam Dwikora. Pertengahan 1963, AURI mengerahkan tiga TU-16 versi bomber (Badger A) untuk menyebarkan pamflet di daerah musuh. Satu pesawat ke Serawak, satunya ke Sandakan dan Kinibalu, Kalimantan. Keduanya wilayah Malaysia. Pesawat ketiga ke Australia. Khusus ke Australia, TU-16 yang dipiloti Komodor Udara (terakhir Marsda Purn) Suwondo bukan menyebarkan pamflet. Tapi membawa peralatan militer berupa perasut, alat komunikasi dan makanan kaleng. Skenarionya, barang-barang itu akan didrop di Alice Springs, Australia (persis di tengah benua), untuk menunjukkan bahwa AURI mampu mencapai jantung benua kangguru itu. “Semacam psi-war buat Australia,” ujar Salatun.

Padahal Alice Springs ditongkrongi over the horizon radar system. “Untuk memantau seluruh kawasan Asia Pasifik,” ujar Marsma (Pur) Zainal Sudarmadji, pilot Tu-16 angkatan Ciptoning II.

Walau begitu, misi tetap dijalankan. Pesawat diberangkatkan dari Madiun sekitar jam satu malam. “Pak Wondo (pilot pesawat-Red) tak banyak komentar. Beliau hanya minta, kita kumpul di Wing 003 pukul 11 malam dengan hanya berbekal air putih,” ujar Sjahroemsjah, gunner TU-16 yang baru tahu setelah berkumpul bahwa mereka akan diterbangkan ke Australia.
Briefing berjalan singkat. Pukul 01.00 WIB, pesawat meninggalkan Madiun. Pesawat terbang rendah guna menghindari radar. Sampai berhasil menembus Australia dan menjatuhkan bawaan, tidak terjadi apa-apa. Pesawat pencegat F-86 Sabre pun tak terlihat aktivitasnya, rudal anti pesawat Bloodhound Australia yang ditakuti juga “tertidur”. Karena Suwondo berputar agak jauh, ketika tiba di Madiun matahari sudah agak tinggi. “Sekitar pukul delapan pagi,” kata Sjahroemsjah.

Penyusupan ke Sandakan, dipercayakan ke Sudjijantono bersama Letnan Kolonel Sardjono (almarhum). Mereka berangkat dari Iswahyudi (Madiun) jam 12 malam. Pesawat membumbung hingga 11.000 m. Menjelang adzan subuh, mereka tiba di Sandakan. Lampu-lampu rumah penduduk masih menyala. Pesawat terus turun sampai ketinggian 400 m. Persis di atas target (TOT), ruang bom (bomb bay) dibuka. Seperti berebutan, pamflet berhamburan keluar disedot angin yang berhembus kencang.

Usai satu sortie, pesawat berputar, kembali ke lokasi semula. “Ternyata sudah gelap, tidak satupun lampu rumah yang menyala,” kata Sudjijantono. Rupanya, aku Sudjijantono, Inggris mengajari penduduk cara mengantisipasi serangan udara. Akhirnya, setelah semua pamflet diserakkan, mereka kembali ke Iswahyudi dan mendarat dengan selamat pukul 08.30 pagi. Artinya, kurang lebih sepuluh jam penerbangan. Semua TU-16 kembali dengan selamat.

Dapat dibayangkan, pada dekade 60-an AURI sudah sanggup melakukan operasi-operasi penyusupan udara tanpa terdeteksi radar lawan. Kalaulah sepadan, bak operasi NATO ke Yugoslavia dengan pesawat silumannya.

Akhir Perjalanan Sang Bomber
Sungguh ironis nasib akhir TU-16 AURI. Pengadaan dan penghapusannya lebih banyak ditentukan oleh satu perkara: politik! Bayangkan, “AURI harus menghapus seluruh armada TU-16 sebagai syarat mendapatkan F-86 Sabre dan T-33 T-bird dari Amerika,” ujar Bagio Utomo, mantan anggota Skatek 042 yang mengurusi perbaikan TU-16. Bagio menuturkan kesedihannya ketika terlibat dalam tim “penjagalan” TU-16 pada tahun 1970.



Dokumen CIA (central intelligence agency) sebagaimana dikutip Audrey R Kahin dan George McT Kahin dalam bukunya “Subversi Sebagai Politik Luar Negeri” menulis: “Belanja senjata RI mencapai 229. 395.600 dollar AS. Angka itu merupakan akumulasi perdagangan pada tahun 1958. Sementara dari Januari hingga Agustus 1959 saja, nilainya mencapai 100.456.500 dollar AS. Dari jumlah ini, AURI kebagian 69.912. 200 dollar AS, yang di dalamnya termasuk pemesanan 20 pesawat pembom.”

Tidak dapat dipungkiri, memang, TU-16 pembom paling maju pada zamannya. Selain dilengkapi peralatan elektronik canggih, badannya terbilang kukuh. “Badannya tidak mempan dibelah dengan kampak paling besar sekalipun. Harus pakai las yang besar. Bahkan, untuk membongkar sambungan antara sayap dan mesinnya, laspun tak sanggup. Karena campuran magnesiumnya lebih banyak ketimbang alumunium,” ujar Bagio.

Namun TU-16 bukan tanpa cacat. Konyol sekali, beberapa bagian pesawat bisa tidak cocok dengan spare pengganti. Bahkan dengan spare yang diambil secara kanibal sekalipun. “Kita terpaksa memakai sistem kerajinan tangan, agar sama dan pas dengan kedudukannya. Seperti blister (kubah kaca), mesti diamplas dulu,” kenang Bagio lagi. Pengadaan suku cadang juga sedikit rumit, karena penempatannya yang tersebar di Ujung Pandang dan Kemayoran.



Sebenarnya, persediaan suku cadang Tu-16 yang dipasok dari Rusia, memadai. Tapi urusan politik membelitnya sangat kuat. Tak heran kemudian, usai pengabdiannya selama Trikora – Dwikora dan di sela-sela nasibnya yang tak menentu pasca G30S/PKI, AURI pernah bermaksud menjual armada TU-16-nya ke Mesir. Namun hal ini tidak pernah terlaksana.

Begitulah nasib TU-16. Tragis. Farewell flight, penerbangan perpisahannya, dirayakan oleh para awak TU-16 pada bulan Oktober 1970 menjelang HUT ABRI. Dijejali 10 orang, TU-16 bernomor M-1625 diterbangkan dari Madiun ke Jakarta. “Sempat ke sasar waktu kita cari Monas,” ujar Zainal Sudarmadji. Saat mendarat lagi di Madiun, bannya meletus karena awaknya sengaja mengerem secara mendadak.

Patut diakui, keberadaan pembom strategis mampu memberikan efek psikologis bagi lawan-lawan Indonesia saat itu. Bahkan, sampai pertengahan 80-an, TU-16 AURI masih dianggap ancaman oleh AS. “Lah, wong nama saya masih tercatat sebagai pilot TU-16 di ruang operasi Subic Bay, kok,” ujar Sudjijantono, angkatan Cakra 1.

Atraksi Ketangguhan Sang Bomber Dalam Persiapan Operasi Trikora
Saat Trikora dikumandangkan, angkatan perang Indonesia sedang berada pada “puncaknya”. Lusinan persenjataan Blok Timur dimiliki. Mendadak AURI berkembang jadi kekuatan terbesar di belahan bumi selatan. Dalam mendukung kampanye Trikora, AURI menyiapkan satu flight TU-16 di Morotai yang hanya memerlukan 1,5 jam penerbangan dari Madiun. “Kita siaga 24 jam di sana,” ujar Kolonel (Pur) Sudjijantono, salah satu penerbang TU-16. “Sesekali terbang untuk memanaskan mesin. Tapi belum pernah membom atau kontak senjata dengan pesawat Belanda,” ceritanya. Saat itu, dikalangan pilot TU-16 punya semacam target favorit, yaitu kapal induk Belanda Karel Doorman.

Selain memiliki 12 TU-16 versi bomber (Badger A) yang masuk dalam Skadron 41, AURI juga memiliki 12 TU-16 KS-1 (Badger B) yang masuk dalam Skadron 42 Wing 003 Lanud Iswahyudi. Versi ini mampu membawa sepasang rudal anti kapal permukaan KS-1 (AS-1 Kennel). Rudal inilah yang ditakuti Belanda. Karena hantaman enam Kennel, mampu menenggelamkan Karel Doorman ke dasar samudera. Sayangnya, hingga Irian Barat diselesaikan melalui PBB atas inisiatif pemerintah Kennedy, Karel Doorman tidak pernah ditemukan TU-16.

Lain lagi kisah Idrus Abas (saat itu Sersan Udara I), operator radio sekaligus penembak ekor (tail gunner) Tu-16. Bulan Mei 1962, saat perundingan RI-Belanda berlangsung di PBB, merupakan saat paling mendebarkan. Awak TU-16 disiagakan di Morotai. Dengan bekal radio transistor, mereka memonitor hasil perundingan. Mereka diperintahkan, “Kalau perundingan gagal, langsung bom Biak,” ceritanya mengenang. “Kita tidak tahu, apakah bisa kembali atau tidak setelah mengebom,” tambah Sjahroemsjah yang waktu itu berpangkat Sersan Udara I, rekan Idrus yang bertugas sebagai operator radio/tail gunner. Istilahnya, one way ticket operation.



Namun para awak TU-16 di Morotai ini, tidak akan pernah melupakan jerih payah ground crew-nya. “Yang paling susah kalau isi bahan bakar. Bayangkan untuk sebuah TU-16, dibutuhkan sampai 70 drum bahan bakar. Kadang ngangkutnya tidak pakai pesawat, jadi langsung diturunkan dari kapal laut. Itupun dari tengah laut. Makanya, sering mereka mendorong dari tengah laut,” ujar Idrus. Derita awak darat itu belum berakhir, lantaran untuk memasukkan ke tangki pesawat yang berkapasitas kurang lebih 45.000 liter itu, masih menggunakan cara manual. Di suling satu per satu dari drum hingga empat hari empat malam. Hanya sebulan TU-16 di Morotai, sebelum akhirnya ditarik kembali ke Madiun usai Trikora.

Tuesday, 17 March 2015

Mengenal Pahlawan Nasional Usman Harun Yang Sangat Dibenci Singapura

Nama Usman Harun tiba-tiba saja menjadi polemik antara Indonesia dan Singapura. Penyebabnya, sikap Singapura yang memprotes nama tersebut dilekatkan pada kapal perang RI (KRI) yang baru dibeli TNI dari Inggris. Siapakah sebenarnya Usman Harun? Tidak banyak yang tahu nama Usman Harun sebenarnya berasal dari dua orang berbeda yang menjadi pahlawan nasional. Bahkan nama Usman Harun menjadi nama kompleks perumahan TNI AL di sejumlah wilayah.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari sejumlah literatur, nama Usman dan Harun terkait ketegangan hubungan politik-militer antara Indonesia dan Malaysia yang dikenal Konfrotasi Indonesia-Malaysia antara 1963-1965. Pada saat itu, Singapura masih bagian dari wilayah Malaysia.

Usman bin Haji Muhammad Ali di desa Tawangsari, Kelurahan Jatisaba, Kabupaten Purbalingga dari pasangan Haji Muhammad Ali dengan Rukiah pada 18 Maret 1943. Usman dikenal dengan sebutan Janatin atau Usman Janatin. 

Sedangkan Harun terlahir dengan nama Thahir bin Said. Namun dikenal dengan sebutan Harun. Harun lahir dari pasangan Mandar dan Aswiyani di Pulau Keramat Bawean pada 4 April 1943. Sejak remaja Harun telah bekerja sebagai nelayan dan sering bermalam di pelabuhan Singapura. Karena itu, dia sangat mengenal peta dan kondisi Singapura. 

Usman bergabung dengan pendidikan militer yang digelar Korps Komando Operasi Angkatan Laut di Malang, Jawa Timur pada 1 Juni 1962. Sementara Harun bergabung dengan TNI AL pada 1964. Pembukaan penerimaan personel ini untuk memenuhi kebutuhan TNI AL saat itu untuk menghadapi Operasi Dwikora. Usman ditunjuk sebagai salah satu relawan pada operasi militer Komando Siaga (Komando Mandala Siaga) pimpunan Laksamana Madya Omar Dani, dan ditempatkan di Pulau Sambu, Riau. 

Usman menjalani pendidikan dasar militer di Gunung Sahari, pendidikan amphibi di pusat latihan Pasukan Pendarat di Semampir hingga latihan puncak di daerah Purboyo Malang selatan. Semua pendidikan ini diikuti  oleh Usman hingga ia mendapatkan baret ungu. Pada tahun 1964, Usman mengikuti latihan tambahan berupa intelijen, kontraintelijen, sabotase, demolisi, gerilya, hingga perang hutan di Cisarua Bogor selama satu bulan. 

Di sinilah Usman bertemu dengan Harun dan dan Gani bin Arup. Ketiganya cukup akrab apalagi setelah mendapat tugas operasi sabotase di Singapura pada 8 Maret 1965. Dua hari setelah penugasan, tepatnya 10  Maret 1965, ketiganya berhasil masuk ke Singapura dan melakukan pemboman di MacDonald House. Ketiganya berhasil melarikan diri. Usman dan Harun memilih jalur pantai menggunakan perahu motor sementara Gani memilih rute lain. Nahas, Usman dan Harun disergap patroli Singapura di laut pada 13 Maret 1965. Pengadilan Singapura lalu menjatuhkan vonis hukuman mati kepada keduanya. 

Usman dan Harun lalu dihukum gantung di penjara Changi pada 17 Oktober 1968. Jasad keduanya dikembalikan ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. 

Usman dan Harun diberi penghargaan sebagai pahlawan nasional melalui Keputusan Presiden No 050/TK/1968. Untuk mengenang nama Usman Janatin, pemerintah daerah Purbalingga membangun sebuah taman bernama Taman Kota Usman Janatin yang memiliki luas sekitar 3,5 hektar dengan biaya Rp 5,2 miliar.

Bagi keluarga sosok Sersan Usman Janatin adalah pribadi yang membanggakan. Dia pahlawan yang berani menjalankan tugas berat demi negara. Saat itu taruhannya memang tertangkap dan dihukum mati. Keluarga Usman di Purbalingga, masih mengenang perjuangannya. Artojo (72), adik ipar Usman menuturkan kakaknya itu pergi ke Singapura dalam mengemban tugas Dwikora untuk mengnyang Malaysia. Presiden Soekarno yang mengomandoi operasi Dwikora.

Pada tahun 1964 saat itu memang terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia. Perang tersebut berawal dari keinginan Federasi Malaya yang lebih dikenali sebagai Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961 untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak kedalam Federasi Malaysia yang tidak sesuai dengan perjanjian Manila Accord. 

Keinginan tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap pembentukan Federasi Malaysia sebagai ‘boneka Inggris’ dan merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di
Indonesia.

“Saat itu dia baru pulang bertugas Trikora di Irian Barat. Belum lama pulang dia dikirim lagi untuk tugas Dwikora ke Singapura untuk menggagalkan pembentukan negara Malaysia boneka Inggris,” jelas Artojo ditemui di rumahnya di Purbalingga beberapa waktu lalu. Usman merupakan anggota KKO yang disusupkan ke Singapura melalui jalur laut pada 8 Maret 1965. Bersama dua sukarelawan lainnya dia mengebom obyek vital di Singapura untuk membuat kepanikan warganya. Usai mengebom, Usman gagal kembali kepangkalan karena tertangkap oleh patroli laut setelah motorboat yang dikemudikannya kehabiasan bahan bakar.

“Usman tertangkap dan dijebloskan di penjara changi selama 3,5 tahun. Selama di dalam penjara dia selalu mengirimkan surat kepada keluarga disini. Dalam surat terakhirnya sebelum dia di hukum gantung dia berpesan kepada keluarganya agar tabah mendengar kabar duka atas telah diputuskannya hukuman mati terhadap dirinya serta berharap keluarga ikhlas dan dia memohon ampunan,” ungkapnya.

Usman dihukum gantung pada 17 Okteber 1968. Sebelum digantung ia sempat meminta agar jenazahnya dimandikan dengan air dari Indonesia dan dimakamkan di tanah bumi pertiwi. Kini jenazahnya telah dimakamkan di Makam Pahlawan Kalibata. Sejumlah fotocopian surat-surat Usman saat masih dipenjara serta bukti penghargaan, album foto dan data-data lainnya masih tersimpan rapih di rumah mungilnya.

“Yang saya simpan saat ini adalah fotocopian surat-surat Usman saat di penjara. Yang aslinya sudah di musiumkan di Jakarta, jelasnya. Saat ini untuk mengenang kepahlawanannya, Nama Usman Janatin diabadikan menjadi nama taman kota di Purbalingga.

Cerita aksi Usman dan Harun mirip film pasukan khusus Hollywood. Menyusup dan menyerang langsung ke jantung pertahanan musuh. Saat itu mereka mendapat tugas melakukan sabotase di Singapura yang banyak dihuni tentara sekutu. Usman yang bernama asli Janatin kebetulan punya keahlian melakukan sabotase. Usman dan Harun kini dijadikan nama kapal perang TNI Angkatan Laut, KRI Usman Harun.

Usman yang lahir di Purbalingga pada 18 Maret 1943 mengikuti pendidikan Korps Komando Angkatan Laut sejak 1962. Berbeda dengan rekannya, Harun yang lahir 4 April 1943 di Bawean baru masuk pendidikan dua tahun kemudian. Sebelum sama-sama melakukan operasi di Singapura, keduanya sudah bertemu di Tim Brahma I di Basis II Ops A KOTI. 

Malam itu, 8 Maret 1965, Usman dan Harun ditemani Gani bin Aroep menyusup ke daratan Singapura. Gani juga prajurit KKO (Komando Korps Operasi, sekarang Marinir) dan beberapa kali melakukan operasi mata-mata ke daratan Singapura. Ketiganya berangkat dari Pulau Sambu, salah satu pulau di Kepulauan Batam. Pulau Sambu merupakan pangkalan minyak milik Pertamina (dahulu Shell) yang dibangun sejak 16 Agustus 1897. Jarak dari Pulau Sambu ke daratan terdekat Singapura sekitar 13 kilometer.

Setelah sampai di daratan Singapura, ketiga prajurit KKO itu melakukan observasi memilih fasilitas apa yang akan dijadikan target sabotase. Ketiganya melakukan penyamaran menjadi pedagang. Gani yang wajahnya mirip etnis Tionghoa dapat kemudahan membaur. Akhirnya Hotel Mac Donald dekat Stasiun Dhoby Ghaut dipilih menjadi target. Hotel itu dipilih karena banyak dihuni warga Inggris.

Pada 10 Maret 1965, pukul 03.07, ketika banyak penghuni hotel tertidur, Usman dan Harun meletakkan bom seberat 12,5 kilogram. Harian The Straits Times menggambarkan, bom ditaruh di dekat lift lantai 10. Akibat ledakan itu, masih menurut The Straits Times, kaca jendela dalam radius 100 meter pecah dan mobil yang parkir dekat hotel ikut rusak. Dipastikan tiga orang meninggal dan lebih dari 30 orang mengalami luka-luka.

Sayang, operasi intelijen itu kurang persiapan jalur pelarian ke luar Singapura. Pada 13 Maret 1965, keduanya ditangkap di tengah laut. Kisah penangkapan sendiri terjadi ketika Usman dan Harun menaiki kapal curian menuju Pulau Sambu. Namun keburu terlihat patroli laut Singapura. Keduanya tidak disidang sebagai tahanan perang dengan alasan ketika ditangkap tidak memakai seragam tentara. Upaya pemerintah yang waktu itu salah satunya diwakilkan Mochtar Kusumaatmaja gagal meminta grasi. 

Pada pukul 5 pagi, 17 Oktober 1968, Usman dan Harun akhirnya dieksekusi di tiang gantungan. Selesai itu, banyak warga Indonesia melakukan penghormatan jenazah di Kedutaan Besar Indonesia. Siangnya, kedua jenazah dibawa pesawat khusus dari Jakarta. Presiden Soeharto langsung memberikan penghargaan bagi Usman dan Harun sebagai pahlawan nasional. Keduanya pada 20 Oktober 1968 dimakamkan secara militer di Taman Makan Pahlawan Kalibata.

Memburuknya hubungan Indonesia dan Singapura sejak terkuaknya aksi heroik Usman dan Harun baru melunak ketika Perdana Menteri Lee Kuan Yew melakukan kunjungan ke Jakarta. Uniknya, ketika itu Perdana Menteri Lee secara resmi memberikan karangan bunga di makam Usman dan Harun.

Wednesday, 30 July 2014

Membantu Orang Sekitar ala Prabowo Subianto



Para tetangga di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, mengungkap keseharian Prabowo. Di mata mereka Prabowo dianggap sebagai sosok yang bisa mengayomi dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Jauh dari stigma pelanggar HAM yang acapkali dituduhkan para lawan politiknya.

Betapa tidak, Prabowo telah membantu mengangkat taraf hidup dan perekonomian warga sekitar. Lebih dari 80 persen penduduk desa setempat dipekerjakan di rumah Prabowo. Dia juga sangat perhatian dengan memberikan bantuan permodalan baik kepada para petani, peternak, maupun pelaku usaha kecil dan menengah. Sikap santunnya juga membuat dia semakin disegani.



“Pak Prabowo memberikan bantuan modal bagi yang ingin berwiraswasta, memberikan bibit tanaman yang bisa diolah untuk warga sekitar hingga mempekerjakan warga sekitar,” ungkap Anwar, warga Desa Bojong Koneng.

Penuturan serupa juga disampaikan warga lainnya, Iyan. Menurut dia, banyak tetangganya yang dipekerjakan untuk membantu di rumah Prabowo yang memiliki ternak kambing, sapi, kuda serta lahan pertanian. Selain diberikan upah yang layak, Prabowo juga mempersilahkan warga mengambil hasil panen dari tanaman yang dibudidayakan.
Sumber

Prabowo Subianto memiliki rumah dan lahan yang sangat luas di Desa Bojongkoneng, Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Prabowo tadi terlihat naik mobil menuju helipad dalam kompleks rumahnya. Sehari-hari, Prabowo cukup ramah pada warga sekitar.




Rumah Prabowo cukup luas, ditaksir lebih dari 1 hektar atau beberapa hektar. Dari depan, ada gerbang kayu setinggi 2,5 meter. Di kanan-kiri gerbang kayu itu ada pagar tembok, bila ditotal dengan gerbang kayu, panjang 10 meter. Dari gerbang itu, ada jalan menanjak sekitar 500 meter. Di dalam, selain rumah induk terdapat helipad, lapangan gembala kuda, istal, kandang kambing hingga lahan pertanian seperti pisang, cabe, tomat dan semacamnya. Entah, berapa jarak dari rumah induk ke gerbang, yang jelas Prabowo naik mobil Lexus putih saat menuju helipad sebelum akhirnya naik helikopter di dalam kompleks rumahnya itu.

Menurut salah satu warga di sekitar rumah Prabowo, H Sanukri (55), rumah Prabowo dulunya milik Jenderal Istarto Iskandar, mantan Pangdam Diponegoro.

"Kurang lebih 5 tahun (berpindah ke tangan Prabowo, red)," timpal warga lainnya Meiwati saat ditemui detikcom, Jumat (11/4/2014).

Menurut warga lain Acim (55) tak ada yang berani masuk ke dalam rumah induk Prabowo. "Banyak yang jaga," kata Acim. Sanukri kemudian menimpali, "Banyak anjingnya, takut. Nggak berani saya mah ke atas".

Prabowo menurut Meiwati, lebih suka naik mobil dibanding helikopter bila tak buru-buru. Meski naik mobil, Prabowo suka menyapa warga. "Orangnya ramah, kalau lewat suka dadah-dadah. Kadang suka berhenti ngasih uang ke anak-anak," tuturnya.

"Kalo nggak naik heli, nyusahin warga, bikin macet," bapak Acim

Ada apa saja sih di dalam rumahya? "Ada kuda, ada kambing, ada bebek, ada sapi. Tempatnya misah-misah. Kalo kuda deket rumahnya di atas, kalau bebek di bawah, deket tempat diklat drum band," kata Acim. Sedangkan Sanukri menimpali kuda Prabowo ada sekitar 17 ekor.



Prabowo, menurut Sanukri, juga membuat tempat pengobatan gratis untuk warga sekitar. Letaknya di kompleks diklat drumband yang dibina Prabowo, sekitar 2 km dari rumah Prabowo.

"Ada tempat pengobatan gratis untuk warga di sini, di diklat. Bukanya 24 jam. Dokternya ganti-gantian. Udah ada rawat inapnya juga. Bapak juga nyiapin bus buat anak-anak sekolah, antar jemput. Kalo nyediain makanan pas acara dari hasil pertaniannya sendiri. Ada pisang rebus, kacang rebus. Lahan pertaniannya di dalem juga. Kurang lebih 4 hektaranlah area rumahnya aja," kata Sanukri.

Menurut Meiwati, Prabowo suka membuat acara-acara buat warga baik untuk anak yatim, janda, fakir miskin. "Pas puasa, buka bersama-sama warga tapi ya nggak masuk ke dalam rumahnya. Di tenda aja, sering ngundang makan-makanlah," tuturnya.
Sumber

Selain memiliki rumah yang luas di Desa Bojongkoneng, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Prabowo pendiri Partai Gerindra juga memiliki lahan luas, sekitar 2 km dari rumahnya. Di atas lahan itu, ada diklat untuk drum band, klinik hingga lahan pertanian dan peternakan.

Warga mengenalnya sebagai 'Diklat Drum Band'. Prabowo memang membina grup drum band bernama Canka Garuda Yaksa.

Dalam Facebook milik Partai Gerindra disebutkan, "Tim Drum Band Canka Garuda Yaksa digagas oleh Prabowo Subianto, sebagai sarana pemberi semangat bagi seluruh keluarga besar Gerindra dan pembinaan generasi muda Nusantara dari berbagai daerah yang mempunyai bakat memainkan alat musik. Sebagian besar dari Sulawesi Utara, dimana mereka adalah pemain drumband sejak SD, SMP dan SMA, bahkan banyak yang telah menjadi pelatih drumband. Tim drumband Garuda Yaksa diharapkan dapat semakin membangkitkan semangat dan militansi kader Partai Gerakan Indonesia Raya".




Facebook juga memposting foto aksi dari grup drum band Garuda Yaksa itu yang sekilas mirip penampilan drumband dari Akademi Militer, semua personelnya laki-laki, berambut cepak dan berpakaian putih-putih bak tentara.

Lahan di diklat, ada sekitar puluhan bangunan rumah seperti mess. Menurut petugas keamanan kompleks 'Diklat Drum Band', Yanto WY (30), ada sekitar 20 bangunan mess untuk tempat tinggal para pemain drum band dan pelatihnya.

Menurut salah satu penghuni mess asal Manado, Fliki (20), ada ratusan orang tinggal di bawah mess itu. "Ada 160-an orang anggota drum band yang tinggal di diklat. Anak drum band sama instrukturnya," tutur Fliki.

Tampak juga pendopo besar dari batu bata bali warna merah. Menurut Fliki pendopo itu untuk latihan drumband dan jika ada acara atau pertemuan.

Tampak pula klinik pengobatan yang ada dalam kompleks Diklat itu. Saat itu penanggung jawab klinik, dr Taufik tidak ada di tempat. detikcom yang berkunjung pada Jumat (11/4/2014) ditemui perawat bernama Cecep (23) dan Insan (23).

"Iya ini 24 jam (bukanya). Boleh buat warga juga," tutur Cecep.

Sebelumnya, seorang warga di sekitar rumah Prabowo, Sanukri (55) mengatakan klinik itu gratis buat warga. "Ada tempat pengobatan gratis untuk warga di sini, di diklat. Bukanya 24 jam. Dokternya ganti-gantian. Udah ada rawat inapnya juga," kata Sanukri yang mengatakan lahan Prabowo ada seluas 450 hektar.




Di kompleks Diklat itu, ada juga peternakan sapi, bebek dan kambing. "Bebek ada 500 (ekor), kambing nggak tahu karena banyak, sapi 100-an (ekor). Kuda nggak tahu pasti," kata petugas keamanan kompleks Diklat, Yant WY.

Hasil peternakannya, imbuhnya, adalah susu kambing dan susu sapi yang diolah dengan melibatkan warga setempat. Hasilnya, untuk penghuni kompleks Diklat hingga dihibahkan pada warga setempat.







"Ada rasa strawberry, kopi, buah-buahan lah. Ada juga campuran susu sapi sama kambing, susu kambing otawa. Hasil produksi nggak diperjualbelikan. Untuk masyarakat sekitar, sekolah-sekolah di Bojongkoneng sama pegawai aja. Pegawai dapat tiap hari, masyarakat setiap minggu. Pekerja sini mayoritas warga sekitar," kata Yanto.

Thursday, 13 February 2014

Misteri Presiden Soekarno, Wafat atau Sengaja Diwafatkan??

SOEKARNO SENGAJA DIWAFATKAN

Wisma Yaso, Jakarta 21 Juni 1970 menjadi saksi perginya seorang proklamator yang membawa lokomotif Indonesia menuju kemerdekaannya. Dialah Ir. Soekarno. 



Setelah satu tahun diisolasi di Istana Batu Tulis oleh rezim Soeharto, akhirnya permohonan Soekarno untuk hijrah (pindah) dan mendapatkan pengobatan di Jakarta dikabulkan oleh Soeharto. Tapi semua itu sudah terlambat, penyakit sudah terlanjur berkarat dalam raga, penyakit medis yang menggerogoti dan beban psikologis karena dijauhkan dari keluarga sendiri dan dunia luar, membuat pertahanan Soekarno luruh bagai istana pasir. Hijrahnya ia ke Jakarta bagai menjadi wasiat terakhir dirinya untuk melihat ibukota yang telah ia perjuangkan dengan jalan revolusi bersama para pejuang bangsa. Akhirnya tanah merah dan gembur di desa Sentul, Blitar, menjadi tempat peristirahatannya terakhir. 

Namun pada benak banyak orang masih tersisa satu tanya, "apa yg terjadi sebelumnya?" Perlakuan rezim yang tak pantas pada seorang Mantan Presiden. Sebagai seorang Mantan Presiden, Soekarno tak merasakan kompletnya fasilitas perawatan kesehatan sebagaimana mantan-mantan presiden di masa sekarang. Dr. Mahar Madjono yang pernah mempelajari selapan buku mengenai perawatan Soekarno dalam rentang waktu 1967 hingga 1970, menyebutkan bahwa Soekarno hanya diberi obat-obat biasa, seperti vitamin B kompleks. Padahal sang Presiden menderita penyakit ginjal yang parah. Kesehatan Soekarno pun tidak ditangani oleh tim dokter dari beragam spesialis, melainkan hanya ditangani oleh seorang dokter umum. Selain masalah medis yang tidak mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya, secara psikologis pun Soekarno mengalami siksaan batin yang luar biasa berat. Ditengah sakitnya ia harus menghabiskan hari-hari terakhirnya dalam sebuah pengasingan politik dan mental. Hari-hari terakhirnya betul-betul berada dalam kesunyian dan kesepian yang nyaris sempurna. Dia tidak hanya dijauhkan dari publik, tetapi juga dari keluarganya sendiri. Bahkan anak-anak Soekarno sendiri dibatasi aksesnya untuk dapat bertemu. Komplikasi beban medis dan psikologis inilah yang kemudian membunuh dirinya scara perlahan-lahan. Banyak orang kemudian bertanya, "apakah rezim Soeharto sengaja ingin membunuhnya secara perlahan?"



 Mengapa ketika ia dibesuk oleh Hatta, air matanya begitu deras mengalir, seolah-olah bendungan keangkuhannya sebagai laki-laki tak lagi kuasa menahan derita tak bertepi yang diterimanya? Seorang pria perkasa yang berani berteriak lantang kepada Amerika Serikat, "Go to hell with your aids!!" Harus menangis sesunggukan seperti bayi merah. Misteri semakin terbuka ketika dalam sebuah biografi dituliskan bahwa Bung Hatta telah meminta Soeharto melalui Durmawel SH, penuntut umum perkara Dr. Soebandrio, agar Soeharto sesudah 3th lebih mengusut perkara Bung Karno. Lalu, segera mengajukannya ke pengadilan untuk memastikan apakah Soekarno bersalah atau tidak. Sebab jika putra sang fajar itu meninggal dalam statusnya sebagai tahanan politik karena tidak diadili, rakyat di Jawa Tengah dan Timur yang percaya bahwa Bung Karno tidak bersalah, akan menuduh pemerintahan Soeharto sengaja membunuhnya. Bung Hatta juga sempat mengirimkan surat kepada Soeharto yang mengecam perlakuan tidak manusiawi yang diterima Soekarno dalam tahanan rumahnya. Bahkan menurut putri Soekarno, Sukmawati Soekarno Putri, rezim Soeharto mengirimkan dokter Hewan untuk merawat Soekarno. Bandingkan dengan 40 orang tim dokter ahli yang mendampingi dan merawat Soeharto ketika sakit! Itu menjadi salah satu alasan mengapa ia enggan memaafkan Soeharto. 


Soekarno ketika sakit terlihat pipinya membengkak akibat penyakit ginjal, Foto Kanan : Soekarno setelah meninggal dunia

Perlakuan tak manusiawi yang diberikan Soeharto itulah yang memicu banyak orang menduga bahwa rezim Orde Baru sengaja berkonspirasi untuk membunuh Sang proklamator secara halus dan perlahan. Janda Soekarno, Dewi Soekarno bahkan mencurigai rezim Soeharto telah meracuni suaminya. Mengapa harus 'dibunuh'? Ada teori yg mengatakan bahwa setelah Soeharto menjadi Presiden/Mandataris MPRS, kekuasaannya memerlukan Legitimasi (jalur yang sah) yakni melalui pemilu. Tapi pemilu itu menjadi inkonstitusional (melanggar Undang-Undang Dasar) selama Indonesia memiliki dua presiden, de jure atau secara hukum (Bung Karno) dan de facto sesuai kenyataannya (Pak Harto). Jadi tidak bisa tidak, salah satunya harus disingkirkan. Banyak yang mempercayai teori ini menjadi alasan bagi 'penyingkiran' Bung Karno. Demikian.

Upacara pemakaman Ir. Soekarno


Sumber : Konspirasi oleh Alfred Suci
disadur dari twitter @dreeup

Tuesday, 1 October 2013

Misteri Kematian Ibu Tien Soeharto

Sebagian masyarakat Jawa sangat percaya bahwa almarhumah Tien Soeharto memiliki Wahyu (anugerah) istimewa. Siapapun yang bersamanya, kejayaan selalu mengiringi. Keyakinan peninggalan Zaman Pagan (zaman penyembahan dewa) tersebut masih diyakini oleh banyak orang. Terlepas dari benar tidaknya teori tersebut, orang selalu menceritakan begitu berjayanya Soeharto selama bersama istrinya. Lalu, ketika sang istri wafat pada tanggal 28 April 1996, dengan cepat kegemilangan Soeharto dan lingkaran cendana memudar. Kasus demi kasus yang menyangkut keluarga dan kroninya mencuat. Puncaknya, hanya 2 tahun setelah 'wahyu' itu pergi, Soeharto diseret turun dari tahtanya dengan cara yang memalukan. Kemudian satu per satu, anak, cucu, kerabat, dan kroninya bertumbangan dihajar tangan hukum yang selama 30 tahun lebih dibelenggu oleh Orde Baru.

Dahulu, bermesraan dengan lingkaran Cendana menjadi sebuah berkah bagi para Penjilat. Kini, nama Dinasti itu justru menjadi kutukan berbahaya bagi pihak-pihak yang ingin mencuci tangan tangan dari kotornya rezim. Uniknya, (kebetulan) itu terjadi ketika sosok wanita paling dimuliakan di istana telah terdiam dalam pelukan tanah merah dan basah. Kepergiannya yang cukup mendadak akibat (lagi-lagi) serangan jantung, meninggalkan seribu pertanyaan, bahkan mungkin kecurigaan.

Sehari sebelumnya, ia masih berjalan-jalan dengan sehat di Taman Mekarsari. Apalagi menurut keterangan RS Harapan Kita, pada 25 Maret 1996, beliau dikatakan tidak memiliki penyakit jantung. Tapi mengenai ini, adik Soeharto Probo Soetejo, memberikan alasan bahwa diagnosis dokterlah yg keliru. "Kalau seandainya ibu dinyatakan tidak sehat, Pak Harto tidak akan pergi mancing." Kekeliruan yang dilakukan pihak dokter adalah tidak menyampaikan peringatan mengenai bahaya adanya gumpalan (thrombus) di vena ibu Tien yang berbahaya jika berjalan lebih dari 25 meter. Hal tersebut akan menyebabkan terlepasnya thrombus yang bisa menyebabkan kematian. Namun, seorang dokter RS Harapan Kita yang pernah memeriksa kondisi ibu Tien, dokter Frans Santoso membantah bahwa ada gumpalan thrombus di vena bekas pasiennya itu.

 Di masyarakat sendiri, berkembang teori lain yang mencurigai bahwa kematian itu terjadi tidak secara wajar, bahkan sangat terkait dengan aroma insiden dalam keluarga Cendana. Persaingan bisnis di lingkungan internal Cendana dituding menjadi biang kerok perselisihan keluarga yang berujung pada insiden yg tidak pernah terbayangkan sebelumnya. AROMA PEREBUTAN PROYEK MOBIL NASIONAL.

Banyak orang merasa heran, jika memang pada hari itu ibu Tien terkena serangan jantung, mengapa justru dilarikan ke RS Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, bukankah RS Harapan Kita jauh lebih terkenal sebagai pusat perawatan Jantung milik keluarga Cendana sendiri? Mungkinkah karena alasan kerahasiaan yang lebih terjaga jika jenazah ditangani oleh Militer, daripada tim rumah sakit sipil? Ketika itu dikalangan bisnis telah terdengar bisik-bisik mengenai persaingan antara Tommy dan Bambang, dua Putra Soeharto. Isunya perebutan proyek mobil nasional (mobnas). Rumor yang beredar, Tommy yang menjadi anak emas Soeharto, menjadi satu-satunya pemilik hak ekslusif untuk menjalani Pproyek Mobil Nasional dengan segala kemudahan dan subsidi Negara. Dari fasilitas hadiah sang ayahanda inilah proyek mobil Timor meledak. Harganya dapat menjadi sangat murah akibat curahan subsidi dan berbagai kemudahan lainnya. Bambang Trihatmojo, yang merupakan putra kesayangan ibu Tien, kabarnya tidak senang dan menuntut agar Grup Bimantara juga diberikan fasilitas. Apalagi, perusahannya telah berpengalaman menjadi importir dan merakit mobil-mobil Korea.

Malam itu, terjadi pertengkaran sengit antara keduanya. Ketegangan memuncak. Lalu, pada satu kesempatan ibu Tien tidak sengaja menjadi korban dari pertengkaran itu. Rumor skandal semakin menjadi-jadi dengan kesaksian seorang petugas di pesawat Hercules yang membawa jenazah Almarhumah dari Jakarta ke Solo. Ia mengatakan, rasanya aneh karena jenazah sudah mengeluarkan bau menyengat. Padahal jam baru menunjukan pukul 10 pagi. Sementara kematiannya (disebutkan) jam 5 pagi. Keanehan itu dikaitkan juga dengan adegan yang sempat tertangkap kamera ketika peti jenazah sempat dibuka (Saat dibuka ada perintah untuk tidak mengambil gambar), tampak Probosutejo menyemprotkan wewangian disekitarnya. Dua cucu Pak Harto juga tampak erat menutup hidung mereka. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mungkinkah waktu kematian telah terjadi jauh sebelum pukul 5 pagi pada 28 April itu? yang menyebabkan bau mayat menjadi menyengat dari yang sewajarnya?



Sumber : Konspirasi oleh Alfred Suci
disadur dari twitter @dreeup
loading...
 
Copyright © 2014 Rasendriya Bercerita. Designed by OddThemes